Rabu, 02 Oktober 2024

Jalan Pulang Menuju Allah -- Tanazul Dan Taraqi

 Kajian Tauhid Sufi - Jalan Pulang Menuju Allah


Tanazul Dan Taraqi

Dalam pembahasan Martabat Tujuh, Allah bertajalli menjadi tujuh martabat yaitu :

1. Martabat Ahadiyah

2. Martabat Wahdah

3. Martabat Wahidiyah

4. Martabat alam Arwah

5. Martabat alam Misal

6. Martabat alam Ajsam

7. Martabat alam Insan Kamil .


Proses Allah bertajalli dari Martabat Ahadiyah sampai menuju Martabat Insan Kamil itu disebut dengan Tanazul, yaitu perjalanan atau pergerakan dari atas ke bawah (al-qaus al-tanzil), ketika Tuhan akan melihat dirinya maka Ia memanifestasikan dirinya ke dalam wujud lain yang kemudian disebut dengan tajalli.


Sebaliknya proses Taraqi naik yaitu :

1. Martabat alam Insan Kamil

2. Martabat alam Ajsam

3. Martabat alam Misal

4. Martabat alam Arwah

5. Martabat Wahidiyah

6. Martabat Wahdah

7. Martabat Ahadiyah .


Maka proses dari Insan kamil menuju Martabat Ahadiyah ini disebut dengan Taraqi, yaitu sebuah perjalanan spiritual insan kamil dari bawah (al-‘alam al-sufla) ke alam atas (al-‘alam al-‘ulya), yaitu ke alam yang lebih dekat dari titik sentral yang biasa disebut dengan Ahadiyah.

Tanazul dan taraqi adalah dua istilah yang sering digunakan di kalangan sufi dalam menggambarkan relasi antara hamba dengan Tuhan.

Taraqqi diartikan sebagai perjalanan spiritual seorang hamba dalam upaya mendaki mendekati Tuhannya.

 

Jalan Pulang Menuju Allah.


Masalahnya pada tahap martabat Insan Kamil yang mempunyai kedudukan sebagai akhir proses Tajalli Allah dan sebagai dasar naik dalam proses Taraqi menuju Allah hanya terjadi kepada para Nabi, Rasul dan Wali Allah, merekalah Insan kamil sepenuhnya.

Sedangkan manusia lainnya pada umumnya belum mencapai derajat Insan Kamil,  justru terjebak dengan hawa nafsu dan terumus dalam dosa dan maksiat.

Perbuatan dosa yang dilakukan manusia ditimbulkan oleh keinginan syahwat dan bisikan  sang nafsu dikarenakan kondisi manusia sangat lemah, karena kecintaanya kepada badan dan dunia.

Untuk bisa kembali “Pulang” kita harus mencapai derajat Insan Kamil, dengan cara membulatkan tekad, berusaha sungguh-sungguh (MUJAHADAH) mengalahkan nafsu musuh besarnya agar dapat menjadi sebagai INSAN KAMIL.


Adapun Taraqqi/pendakian tujuh jiwa adalah sebagai berikut:


1. Jiwa Ammarah

Yaitu jiwa yang selalu berbuat dosa dan maksiat kepada Allah  dalam Al-qur’an dijelaskan :

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ

Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.

[Qs. Yusuf: 53 ]

 

Adapun sifat-sifat Nafsu Ammaroh diantaranya:

1. Pelit/Kikir (البخل ).

2. Dengki,Khianat (الحسد).

3. Bodoh/Tolol (الجهل).

4. Sombong/Bangga diri (الكبر).

5. Marah/Suka Mencaci ( الغضب ).

6. Sangat cinta dunia (الحرص).

7. Senang melakukan perkara jelek/hina (الشهوة).


Jika jiwa Ammarah  ini kita kalahkan maka semua sifat tujuh di atas akan terkikis dan menjadi hilang dalam diri manusia. Sehingga hati menjadi lunak, hawa nafsu mulai bisa dikalahkan.

 

2. Jiwa Aluwamah.

Jiwa Aluwamah yaitu jiwa yang mampu memutuskan mana yang baik dan mana yang buruk, ia menyadari bahwa perbuatan melanggar perintah Allah itu dosa, akan tetapi kadang maksiat, kadang taat, kadang taubat, jiwa yang sering berubah, jiwa yang masih sering terombang-ambingkan antara ketaatan dan kemaksiatan. Allah berfirman:

وَلا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ

Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).

QS. Al-Qiyamah [75]:2)

Dalam jiwa ini juga terdapat jiwa-jiwa binatang yang sifatnya hanya suka memenuhi hasrat sex dan kesenangan duniawi.


Adapun sifat-sifat Nafsu Aluwamah itu adalah:

1. Menyesal ( اللوم).

2. Mengikuti kesenangannya (sexual) (الهوي).

3. Menipu (المكر).

4. Menggunjing (الغيبة).

5. Riyak/pamer (الرياء).

6. Dholim/Aniaya (الظلم).

7. Lupa pada Allah (الغفلة).

8. Bohong(الكذب).

9.Ujub(membanggakan amalnya)( العجب).


Jika jiwa Aluwwamah ini kita kalahkan dengan mujahadah (berperang melawan hawa nafsu) maka semua sifat tujuh negatif di atas dan sifat- sifat binatang dn kecenderungan hawa nafsu sexnya (zina)akan terkikis dan menjadi hilang dalam diri manusia.

 

3. Jiwa Mulhimah.

Jiwa Mulhimah yaitu jiwa yang diberi ilham atau bimbingan oleh Allah, karena dapat mengalahkan jiwa Ammaroh dan jiwa Aluwamah. Allah berfirman:

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا

Dan (demi) jiwa serta penyempurnannya (ciptaannya) maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (QS. Al-Syams [91]:7-8)

 

Adapun sifat-sifat Nafsu Mulhimah itu banyak sekali, diantaranya :

1. Dermawan (السخاوة),

2. Qona’ah (القناعة).

3. Taubat (التوبة).

4. Tawadhu’ (التواضع).

5. Sabar (الصبر).

6. Mempertahankan (التحمل).

7. Lemah lembut(الحلم).

Jika Jiwa Mulhimah ini dijadikan fokus dzikir dengan sungguh-sungguh maka semua semua sifat-sifat yang terpuji di atas akan semakin mengembang dan sehingga prilakunya semakin berakhlakul karimah jiwanya menjadi matang.


4. Jiwa Muthmainnah.

Jiwa Muthmainnah adalah jiwa yang sudah bisa mengendalikan semua sifat dan nafsu-nafsu yang jelek, orang yang mempunyai jiwa akan mendapatkan ketenangan dan kebahagian selalu, karena hatinya telah dipenuhi iman dan cahaya dari Allah.  Allah berfirman:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً

Hai Jiwa Mutmainnah (tenang), kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridoi-Nya. (Qs. Al-fajr [89]:27-28)

Jiwa Muthmainnah yang sudah mendapat cahaya dari Allah. Pemilik jiwa ini mulai masuk awal dalam perjalanan menuju Allah, inilah dasar makrifat menuju Allah, kedudukannya adalah awal dari kesempurnaan.

Adapun sifa-sifat Nafsu Mutmainnah itu banyak sekali, diantaranya :

1. Memberi (الجود).

2. Tawakkal (التوكل).

3. Ibadah (العبادة).

4. berSyukur (الشكر).

5 Ridho (. الرضى).

6. Takut kepada Allah (خشية).

Jika istiqomah dalam dzikirnya, maka hati nurani akan terbuka dan aktif, sehingga suara dan bimbingan hati nurani akan membimbing kita dalam segala hal.

 

5. Jiwa Rodhiyah.

Jiwa Rodhiyah yaitu jiwa kepasrahan total kepada Allah, jiwa seorang muslim yang hakiki, jiwa yang sudah mantab dan yakin serta benar-benar patuh pada Allah, ini adalah jiwa yang menerima dan ridho terhadap kehendak Allah tunduk kepadanya.  Sebagaimana firman-Nya:

رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Allah meridoi mereka dan merekapun ridho kepada-Nya (QS. Al-Maidah [5]:199)


Adapun sifa-sifat Nafsu Rodhiyah itu banyak sekali, diantaranya :

1. Dzikir (الذكر).

2. Ikhlas (الاخلاص).

3. Menepati janji (الوفاء).

4. Waro’/ menjaga dari perkara syubhat (الورع ).

5. Zuhud (الزهد).

6. kemuliaan(الكرامات).

7. Rindu kepada Allah (العشق).


Orang yang mencapai tahapan jiwa ini, maka semua sifat-sifat yang terpuji di atas akan semakin besar dan kuat terhadap jiwa, sehingga orangnya menjadi bijaksana. Salah satu tandanya adalah prilakunya lemah lembut, sikap dan ucapannya sangat bijak.


6. Jiwa Mardhiyah.

Jiwa Mardhiyah yaitu jiwa yang diridhoi, jiwa yang dekat dengan sang pencipta. Inilah tahapan ketika jiwa menerima keridhoan Allah dan hal itu bersifat timbal balik.

Jiwa secara utuh menjadi menyatu dengan kehendak universal Allah. Dengan kehilangan kehendak dirinya sendiri (kehendak manusia) maka jiwa berada dalam kedudukan sifat fana’ fillah, lebur di dalam Allah.


Adapun sifat-sifat Nafsu Mardhiyyah itu banyak sekali, diantaranya :

1. Baik budi pekertinya (حسن الخلق ).

2. Belas kasih kepada semua makhluk (اللطف بالخلق).

3. Meninggalkan semua perkara selain Allah(ترك ما سوى الله ).

4. Taqorrub, mendekatkan diri kepada Allah(التقرب الى الله ).

5. Berfikir tentang keagungan Allah(التفكر فى عظمة الله).

6. Ridho dengan pembagian dari Allah(الرضى بما قسم الله).


Orang yang sudah mencapai dalam tahapan jiwa Mardhiyah ini maka semua sifat-sifat yang terpuji di atas akan semakin besar dan kuat terhadap jiwa.

Effek lainya adalah kita akan sering melihat dimensi-dimensi ghaib dan kerajaan langit (malakutis samawat). Sesuai dengan tingkat spritua masing-masing.

 

7. Jiwa Kamilah

Jiwa Kamilah yaitu jiwa yang telah mencapai pencerahan atau kesempurnaan. Orang yang mencapai derajat ini maka ia akan menjadi jiwa yang tersucikan atau Nafsu Kamilah yaitu jiwa yang sempurna. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah swt:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwanya.

(QS. Al-Syams[91]:9)

Jiwa yang sudah sampai pada kesempurnaanya dalam bentuk dan karakteristiknya, ia meningkat dalam kesempurnaanya. Jiwa yang sudah dianggap cakap untuk kembali kepada Tuhannya, pekerjaannya memberi mamfaat kepada orang lain dan menyempurnakan amal shalihnya.

Inilah jiwa Insan Kamil, manusia sempurna kedudukanya adalah pada tingkat Tajalli Asma serta sifat dan kondisinya Baqabillah, pergi kepada Tuhan, kembali dari pada Tuhan kepada Tuhan, tidak ada tempat/media lain selain Tuhan, Tiada memiliki ilmu melainkan Tuhan langsung pengendalinya, ia fana’ pada Tuhan. 

Itulah jalan kembali pulang menuju Allah dengan cara Taraqi (mendaki) tahapan demi tahapan jiwa harus di lalui sehingga mencapai derajat Insan Kamil.

Pertanyaannya apakah anda dalam kehidupan ini bisa mencapai derajat Insan Kamil...?

Jika tidak bisa mencapai derajat Insan Kamil, maka membutuhkan kehidupan lagi, kehidupan lagi, kehidupan lagi, sampai kita semua bisa pulang kembali ke asal kita. Itulah hakekat Innalillahi wa Inna Lillahi Rojiun.

 


Jalan Kembali


Takhalli

Takhalli ialah mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan hidup duniawi dengan cara menjauhkan diri dari maksiat dan berusaha menguasai hawa nafsu.

Takhalli (membersihkan diri dari sifat tecela) oleh sufi dipandang penting karena semua sifat – sifat tercela merupakan dinding –dinding tebal yang membatasi manusia dengan Tuhannya.

 Oleh karena itu, untuk dapat mendalami tasawuf seseorang harus mampu melepaskan diri dari sifat tercela dan mengisinya dengan akhlak –akhlak terpuji untuk dapat memperoleh kebahagiaan yang hakiki[2].


TAHALLI

Tahalli disini maksudnya adalah menghiasi atau mengisi diri dari sifat dan sikap serta perbuatan – perbuatan yang baik.

Dengan kata lain, sesudah mangosongkan diri dari sifat tercela (takhalli), maka usaha itu harus berlanjut terus ke tahap tahalli (pengisian jiwa yang telah dikososongkan tadi[3]).


Adapun sikap – sikap yang dapat dibiasakan ialah sebagai berikut :


1. At-taubah

Al-Ghazali mengklasifikasikan tobat kepada tiga tingkatan, yaitu:

--- Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih kepada kebaikan dan takut akan siksa Allah.

--- Beralih dari situasi baik ke situasi yang lebih baik lagi.

--- Rasa penyelasan yang dilakukan semata – mata karena ketaatan dan kecintaan kepada Allah.


2. Cemas dan Harap (khouf dan raja’)

   Dengan adanya rasa takut akan menjadi pendorong bagi seseorang untuk meningkatkan pengabdiannya dengan harapan ampunan dan anugerah dari Allah.


3. Zuhud

Zuhud ialah melepaskan diri dari kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidupan dimiliki.


4. Al- Faqr

Yaitu puas dan bahagia dengan apa yang dimiliki.


5. Ash-Shabru

Al-Ghazali membedakan sabar kedalam beberapa nama, yaitu :

--- Iffah, yaitu ketahanan mental terhadap hawa nafsu perut dan seksual.

--- Hilm, yaitu kesanggupan menguasai diri agar tidak marah.

--- Qanaah, yaitu ketabahan hati menerima nasib sebagaimana adanya.

--- Saja’ah, yaitu sikap pantang menyerah dalam menghadapi masalah.

 

6.Ridha

Adalah menerima dengan lapang dada dan hati terbuka apa saja yang datang dari Allah.


7. Muraqabah

Muraqabah bisa diartikan sebagai segala aktivitas yang dilakukan selalu ada perhitungan, seberapa jauh ia dapat menunaikan kewajiban dan sampai dimana ia telah melakukan pelanggaran hukum ALLAH.

 


TAJALLI

Tajalli dapat dikatakan terungkap nya Nur ghaib untuk hati.

Rasulullah Saw. bersabda: “ada saat – saat tiba karunia dari Tuhanmu, maka siapkanlah dirimu untuk itu”.

Oleh karena itu, setiap calon sufi mengadakan lathan jiwa (riyadah), berusaha untuk membersihkan dirinya dari sifat – sifat tercela, mengosongkan hati dari sifat yang keji ataupun dari hal – hal duniawi, lalu mengisinya dengan sifat – sifat terpuji seperti: beribadah, zikir, menghindarkan diri dari hal – hal yang dapat mengurangi kesucian diri dan seluruh jiwa (hati) semata – mata hanya untuk memperoleh tajalli yaitu menerima pancaran ilahi.

Apabila Tuhan telah menembus hati hambanya dengan Nur-Nya, maka berlimpah ruahlah rahmat dan karunianya.

Pada tingkatan ini, hati hamba akan bercahaya terang – benderang, dadanya terbuka luas, dan terangkat tabir rahasia alam malakut dengan karunia rahmat Tuhan tersebut[4].

Adapun untuk memperdalam rasa cinta kepada Allah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

--- Munajat

--- Muraqabbah

--- Memperbanyak wirid dan dzikir

--- Tafakkur

--- Zikrul maut (mengingat kepada Allah akan kematian yang pasti akan terjadi).

 


ZIKIR


Zikir berasal dari kata dzakara-yadzkuru-dzikran, yang mengenal, dan mengerti.

Kata Zikir pada mulanya berarti “mengucapkan dengan lidah atau menyebut sesuatu, maka ini kemudian berkembang menjadi “mengingat”, karena mengingat sesuatu seringkali mengantar lidah menyebutnya.

Demikian juga menyebut dengan lidah dapat mengantar hati untuk mengingat lebih banyak lagi apa yang disebut – sebut itu, disebut sifat, perbuatan, atau peristiwa yang berkaitan dengannya.

Dari sini dapat dipahami bahwa kata Zikrullah dapat mencakup penyebutan nama Allah atau ingatan menyangkut sifat – sifat atau perbuatan Allah, surga atau neraka-Nya, rahmat dan siksa-Nya, perintah dan larangan-Nya, dan juga wahyu – wahyu- Nya, bahkan segala yang dikaitkan dengan-Nya demikian arti kata zikir tersebut maka zikir terbagi beberapa macam:

--- Zikir lisany (zikir lidah)

Menyebut nama Allah dengan lidah, bunyinya berupa kalimat Subhanallah, Alhamdulillah, Shalawat dan istighfar, Asma’ul Husna, zikir ini poin pahalanya paling rendah dibandingkan macam zikir yang lain.

Dan zikir ini ada yang menyebutnya sebagai zikir syari’at.

--- Zikir Qalbi (zikir hati)

Menyebut nama Allah dengan hati kalimat tasbih (Subhanallah), tahlil (lailahaillah), takbir (Allahu Akbar), tahmid (Alhamdulillah), taqdis, hauqallah, tarji’, istighfar.

Zikir ini poin pahalanya bisa mencapai 70 kali lipat atau lebih dibandingkan zikir lisan, karena zikir qalbi tidak diketahui oleh orang lain sehingga keikhlasannya dapat lebih terjaga.

Zikir ini ada yang menyebutnya sebagai ziqir thariqat.

Tariqat artinya jalan zikir qalbi disebut dzikir thariqat karena menjalani jalan untuk mencapai tingkatan zikir berikutnya.

--- Zikir Aqly (zikir pikir): Memikirkan arti, makna dan maksud yang terkandung dalam kalimat – kalimat zikir.

Zikir ini disebut juga tafakkur (memikirkan) dan tadabbur (merenungkan) yaitu merenungkan keesaan dan kekuasaan Allah sebagaimana yang tersurat dalam kalimat zikir yang diucapkan.

--- Zikir Ruhy (zikir roh) kembalinya roh pada fitrah atau asal kejadiannya saat berada dalam arwah, menyaksikan dan membuktikan wujudnya Tuhan secara langsung tanpa perantara.

Zikir ini disebut juga zikir makrifah, dan ini tingkatan zikir tertinggi.

Berikut ini kami kemukakan ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan sebagai dalil diisyaratkannya zikir.

فَاذْكُرُوْنِ أَذْكُرْكُمْ وَشْكُرُواْ لِى وَلاَتَكْفُرُوْنِ

karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (Q.S. Al-Baqarah : [2]:152)


Demikianlah, semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Malam Sunyi Sang Wali: Kisah, Teknik, dan Adab Khalwat

  _______________ Di balik gunung yang jauh dari hiruk-pikuk manusia, terdapat sebuah gua kecil yang hanya diketahui oleh segelintir pendudu...