Kajian Tauhid Sufi - Jalan Pulang Menuju Allah
Tanazul Dan Taraqi
Dalam pembahasan Martabat Tujuh, Allah bertajalli menjadi tujuh martabat yaitu :
1. Martabat Ahadiyah
2. Martabat Wahdah
3. Martabat Wahidiyah
4. Martabat alam Arwah
5. Martabat alam Misal
6. Martabat alam Ajsam
7. Martabat alam Insan Kamil .
Proses Allah bertajalli dari Martabat Ahadiyah sampai menuju
Martabat Insan Kamil itu disebut dengan Tanazul, yaitu perjalanan atau
pergerakan dari atas ke bawah (al-qaus al-tanzil), ketika Tuhan akan melihat
dirinya maka Ia memanifestasikan dirinya ke dalam wujud lain yang kemudian
disebut dengan tajalli.
Sebaliknya proses Taraqi naik yaitu :
1. Martabat alam Insan Kamil
2. Martabat alam Ajsam
3. Martabat alam Misal
4. Martabat alam Arwah
5. Martabat Wahidiyah
6. Martabat Wahdah
7. Martabat Ahadiyah .
Maka proses dari Insan kamil menuju Martabat Ahadiyah ini
disebut dengan Taraqi, yaitu sebuah perjalanan spiritual insan kamil dari bawah
(al-‘alam al-sufla) ke alam atas (al-‘alam al-‘ulya), yaitu ke alam yang lebih
dekat dari titik sentral yang biasa disebut dengan Ahadiyah.
Tanazul dan taraqi adalah dua istilah yang sering digunakan
di kalangan sufi dalam menggambarkan relasi antara hamba dengan Tuhan.
Taraqqi diartikan sebagai perjalanan spiritual seorang hamba
dalam upaya mendaki mendekati Tuhannya.
Jalan Pulang Menuju
Allah.
Masalahnya pada tahap martabat Insan Kamil yang mempunyai
kedudukan sebagai akhir proses Tajalli Allah dan sebagai dasar naik dalam
proses Taraqi menuju Allah hanya terjadi kepada para Nabi, Rasul dan Wali
Allah, merekalah Insan kamil sepenuhnya.
Sedangkan manusia lainnya pada umumnya belum mencapai
derajat Insan Kamil, justru terjebak
dengan hawa nafsu dan terumus dalam dosa dan maksiat.
Perbuatan dosa yang dilakukan manusia ditimbulkan oleh
keinginan syahwat dan bisikan sang nafsu
dikarenakan kondisi manusia sangat lemah, karena kecintaanya kepada badan dan
dunia.
Untuk bisa kembali “Pulang” kita harus mencapai derajat
Insan Kamil, dengan cara membulatkan tekad, berusaha sungguh-sungguh
(MUJAHADAH) mengalahkan nafsu musuh besarnya agar dapat menjadi sebagai INSAN
KAMIL.
Adapun Taraqqi/pendakian tujuh jiwa adalah sebagai berikut:
1. Jiwa Ammarah
Yaitu jiwa yang selalu berbuat dosa dan maksiat kepada
Allah dalam Al-qur’an dijelaskan :
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ
النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ
رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي
غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyanyang.
[Qs. Yusuf: 53 ]
Adapun sifat-sifat Nafsu Ammaroh diantaranya:
1. Pelit/Kikir (البخل
).
2. Dengki,Khianat (الحسد).
3. Bodoh/Tolol (الجهل).
4. Sombong/Bangga diri (الكبر).
5. Marah/Suka Mencaci ( الغضب
).
6. Sangat cinta dunia (الحرص).
7. Senang melakukan perkara jelek/hina (الشهوة).
Jika jiwa Ammarah ini
kita kalahkan maka semua sifat tujuh di atas akan terkikis dan menjadi hilang
dalam diri manusia. Sehingga hati menjadi lunak, hawa nafsu mulai bisa
dikalahkan.
2. Jiwa Aluwamah.
Jiwa Aluwamah yaitu jiwa yang mampu memutuskan mana yang
baik dan mana yang buruk, ia menyadari bahwa perbuatan melanggar perintah Allah
itu dosa, akan tetapi kadang maksiat, kadang taat, kadang taubat, jiwa yang
sering berubah, jiwa yang masih sering terombang-ambingkan antara ketaatan dan
kemaksiatan. Allah berfirman:
وَلا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ
Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya
sendiri).
QS. Al-Qiyamah [75]:2)
Dalam jiwa ini juga terdapat jiwa-jiwa binatang yang
sifatnya hanya suka memenuhi hasrat sex dan kesenangan duniawi.
Adapun sifat-sifat Nafsu Aluwamah itu adalah:
1. Menyesal ( اللوم).
2. Mengikuti kesenangannya (sexual) (الهوي).
3. Menipu (المكر).
4. Menggunjing (الغيبة).
5. Riyak/pamer (الرياء).
6. Dholim/Aniaya (الظلم).
7. Lupa pada Allah (الغفلة).
8. Bohong(الكذب).
9.Ujub(membanggakan amalnya)( العجب).
Jika jiwa Aluwwamah ini kita kalahkan dengan mujahadah
(berperang melawan hawa nafsu) maka semua sifat tujuh negatif di atas dan
sifat- sifat binatang dn kecenderungan hawa nafsu sexnya (zina)akan terkikis
dan menjadi hilang dalam diri manusia.
3. Jiwa Mulhimah.
Jiwa Mulhimah yaitu jiwa yang diberi ilham atau bimbingan
oleh Allah, karena dapat mengalahkan jiwa Ammaroh dan jiwa Aluwamah. Allah
berfirman:
وَنَفْسٍ
وَمَا سَوَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
Dan (demi) jiwa serta penyempurnannya (ciptaannya) maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (QS.
Al-Syams [91]:7-8)
Adapun sifat-sifat Nafsu Mulhimah itu banyak sekali,
diantaranya :
1. Dermawan (السخاوة),
2. Qona’ah (القناعة).
3. Taubat (التوبة).
4. Tawadhu’ (التواضع).
5. Sabar (الصبر).
6. Mempertahankan (التحمل).
7. Lemah lembut(الحلم).
Jika Jiwa Mulhimah ini dijadikan fokus dzikir dengan
sungguh-sungguh maka semua semua sifat-sifat yang terpuji di atas akan semakin
mengembang dan sehingga prilakunya semakin berakhlakul karimah jiwanya menjadi
matang.
4. Jiwa
Muthmainnah.
Jiwa Muthmainnah adalah jiwa yang sudah bisa mengendalikan
semua sifat dan nafsu-nafsu yang jelek, orang yang mempunyai jiwa akan
mendapatkan ketenangan dan kebahagian selalu, karena hatinya telah dipenuhi
iman dan cahaya dari Allah. Allah
berfirman:
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً
مَرْضِيَّةً
Hai Jiwa Mutmainnah (tenang), kembalilah kepada Tuhanmu
dengan hati yang puas lagi diridoi-Nya. (Qs. Al-fajr [89]:27-28)
Jiwa Muthmainnah yang sudah mendapat cahaya dari Allah.
Pemilik jiwa ini mulai masuk awal dalam perjalanan menuju Allah, inilah dasar
makrifat menuju Allah, kedudukannya adalah awal dari kesempurnaan.
Adapun sifa-sifat Nafsu Mutmainnah itu banyak sekali,
diantaranya :
1. Memberi (الجود).
2. Tawakkal (التوكل).
3. Ibadah (العبادة).
4. berSyukur (الشكر).
5 Ridho (. الرضى).
6. Takut kepada Allah (خشية).
Jika istiqomah dalam dzikirnya, maka hati nurani akan
terbuka dan aktif, sehingga suara dan bimbingan hati nurani akan membimbing
kita dalam segala hal.
5. Jiwa Rodhiyah.
Jiwa Rodhiyah yaitu jiwa kepasrahan total kepada Allah, jiwa
seorang muslim yang hakiki, jiwa yang sudah mantab dan yakin serta benar-benar
patuh pada Allah, ini adalah jiwa yang menerima dan ridho terhadap kehendak
Allah tunduk kepadanya. Sebagaimana
firman-Nya:
رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ
Allah meridoi mereka dan merekapun ridho kepada-Nya (QS.
Al-Maidah [5]:199)
Adapun sifa-sifat Nafsu Rodhiyah itu banyak sekali,
diantaranya :
1. Dzikir (الذكر).
2. Ikhlas (الاخلاص).
3. Menepati janji (الوفاء).
4. Waro’/ menjaga dari perkara syubhat (الورع ).
5. Zuhud (الزهد).
6. kemuliaan(الكرامات).
7. Rindu kepada Allah (العشق).
Orang yang mencapai tahapan jiwa ini, maka semua sifat-sifat
yang terpuji di atas akan semakin besar dan kuat terhadap jiwa, sehingga
orangnya menjadi bijaksana. Salah satu tandanya adalah prilakunya lemah lembut,
sikap dan ucapannya sangat bijak.
6. Jiwa
Mardhiyah.
Jiwa Mardhiyah yaitu jiwa yang diridhoi, jiwa yang dekat
dengan sang pencipta. Inilah tahapan ketika jiwa menerima keridhoan Allah dan
hal itu bersifat timbal balik.
Jiwa secara utuh menjadi menyatu dengan kehendak universal
Allah. Dengan kehilangan kehendak dirinya sendiri (kehendak manusia) maka jiwa
berada dalam kedudukan sifat fana’ fillah, lebur di dalam Allah.
Adapun sifat-sifat Nafsu Mardhiyyah itu banyak sekali, diantaranya
:
1. Baik budi pekertinya (حسن
الخلق ).
2. Belas kasih kepada semua makhluk (اللطف بالخلق).
3. Meninggalkan semua perkara selain Allah(ترك ما سوى
الله ).
4. Taqorrub, mendekatkan diri kepada Allah(التقرب الى الله
).
5. Berfikir tentang keagungan Allah(التفكر فى
عظمة الله).
6. Ridho dengan pembagian dari Allah(الرضى بما
قسم الله).
Orang yang sudah mencapai dalam tahapan jiwa Mardhiyah ini
maka semua sifat-sifat yang terpuji di atas akan semakin besar dan kuat
terhadap jiwa.
Effek lainya adalah kita akan sering melihat dimensi-dimensi
ghaib dan kerajaan langit (malakutis samawat). Sesuai dengan tingkat spritua
masing-masing.
7. Jiwa Kamilah
Jiwa Kamilah yaitu jiwa yang telah mencapai pencerahan atau
kesempurnaan. Orang yang mencapai derajat ini maka ia akan menjadi jiwa yang
tersucikan atau Nafsu Kamilah yaitu jiwa yang sempurna. Sebagaimana disebutkan
dalam firman Allah swt:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang menyucikan
jiwanya.
(QS. Al-Syams[91]:9)
Jiwa yang sudah sampai pada kesempurnaanya dalam bentuk dan
karakteristiknya, ia meningkat dalam kesempurnaanya. Jiwa yang sudah dianggap
cakap untuk kembali kepada Tuhannya, pekerjaannya memberi mamfaat kepada orang
lain dan menyempurnakan amal shalihnya.
Inilah jiwa Insan Kamil, manusia sempurna kedudukanya adalah
pada tingkat Tajalli Asma serta sifat dan kondisinya Baqabillah, pergi kepada
Tuhan, kembali dari pada Tuhan kepada Tuhan, tidak ada tempat/media lain selain
Tuhan, Tiada memiliki ilmu melainkan Tuhan langsung pengendalinya, ia fana’
pada Tuhan.
Itulah jalan kembali pulang menuju Allah dengan cara Taraqi
(mendaki) tahapan demi tahapan jiwa harus di lalui sehingga mencapai derajat
Insan Kamil.
Pertanyaannya apakah anda dalam kehidupan ini bisa mencapai
derajat Insan Kamil...?
Jika tidak bisa mencapai derajat Insan Kamil, maka
membutuhkan kehidupan lagi, kehidupan lagi, kehidupan lagi, sampai kita semua
bisa pulang kembali ke asal kita. Itulah hakekat Innalillahi wa Inna Lillahi
Rojiun.
Jalan Kembali
Takhalli
Takhalli ialah mengosongkan diri dari sikap ketergantungan
terhadap kelezatan hidup duniawi dengan cara menjauhkan diri dari maksiat dan
berusaha menguasai hawa nafsu.
Takhalli (membersihkan diri dari sifat tecela) oleh sufi
dipandang penting karena semua sifat – sifat tercela merupakan dinding –dinding
tebal yang membatasi manusia dengan Tuhannya.
TAHALLI
Tahalli disini maksudnya adalah menghiasi atau mengisi diri
dari sifat dan sikap serta perbuatan – perbuatan yang baik.
Dengan kata lain, sesudah mangosongkan diri dari sifat
tercela (takhalli), maka usaha itu harus berlanjut terus ke tahap tahalli
(pengisian jiwa yang telah dikososongkan tadi[3]).
Adapun sikap – sikap yang dapat dibiasakan ialah sebagai
berikut :
1. At-taubah
Al-Ghazali mengklasifikasikan tobat kepada tiga tingkatan, yaitu:
--- Meninggalkan
kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih kepada kebaikan dan takut akan
siksa Allah.
--- Beralih dari
situasi baik ke situasi yang lebih baik lagi.
--- Rasa penyelasan
yang dilakukan semata – mata karena ketaatan dan kecintaan kepada Allah.
2. Cemas dan Harap (khouf dan raja’)
Dengan adanya rasa
takut akan menjadi pendorong bagi seseorang untuk meningkatkan pengabdiannya
dengan harapan ampunan dan anugerah dari Allah.
3. Zuhud
Zuhud ialah melepaskan diri dari kehidupan duniawi dengan mengutamakan
kehidupan dimiliki.
4. Al- Faqr
Yaitu puas dan bahagia dengan apa yang dimiliki.
5. Ash-Shabru
Al-Ghazali membedakan sabar kedalam beberapa nama, yaitu :
--- Iffah, yaitu ketahanan mental terhadap hawa nafsu perut dan seksual.
--- Hilm, yaitu
kesanggupan menguasai diri agar tidak marah.
--- Qanaah, yaitu
ketabahan hati menerima nasib sebagaimana adanya.
--- Saja’ah, yaitu
sikap pantang menyerah dalam menghadapi masalah.
6.Ridha
Adalah menerima dengan lapang dada dan hati terbuka apa saja
yang datang dari Allah.
7. Muraqabah
Muraqabah bisa diartikan sebagai segala aktivitas yang
dilakukan selalu ada perhitungan, seberapa jauh ia dapat menunaikan kewajiban
dan sampai dimana ia telah melakukan pelanggaran hukum ALLAH.
TAJALLI
Tajalli dapat dikatakan terungkap nya Nur ghaib untuk hati.
Rasulullah Saw. bersabda: “ada saat – saat tiba karunia dari
Tuhanmu, maka siapkanlah dirimu untuk itu”.
Oleh karena itu, setiap calon sufi mengadakan lathan jiwa
(riyadah), berusaha untuk membersihkan dirinya dari sifat – sifat tercela,
mengosongkan hati dari sifat yang keji ataupun dari hal – hal duniawi, lalu
mengisinya dengan sifat – sifat terpuji seperti: beribadah, zikir,
menghindarkan diri dari hal – hal yang dapat mengurangi kesucian diri dan
seluruh jiwa (hati) semata – mata hanya untuk memperoleh tajalli yaitu menerima
pancaran ilahi.
Apabila Tuhan telah menembus hati hambanya dengan Nur-Nya,
maka berlimpah ruahlah rahmat dan karunianya.
Pada tingkatan ini, hati hamba akan bercahaya terang –
benderang, dadanya terbuka luas, dan terangkat tabir rahasia alam malakut
dengan karunia rahmat Tuhan tersebut[4].
Adapun untuk memperdalam rasa cinta kepada Allah dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
--- Munajat
--- Muraqabbah
--- Memperbanyak
wirid dan dzikir
--- Tafakkur
--- Zikrul maut
(mengingat kepada Allah akan kematian yang pasti akan terjadi).
ZIKIR
Zikir berasal dari kata dzakara-yadzkuru-dzikran, yang
mengenal, dan mengerti.
Kata Zikir pada mulanya berarti “mengucapkan dengan lidah
atau menyebut sesuatu, maka ini kemudian berkembang menjadi “mengingat”, karena
mengingat sesuatu seringkali mengantar lidah menyebutnya.
Demikian juga menyebut dengan lidah dapat mengantar hati
untuk mengingat lebih banyak lagi apa yang disebut – sebut itu, disebut sifat,
perbuatan, atau peristiwa yang berkaitan dengannya.
Dari sini dapat dipahami bahwa kata Zikrullah dapat mencakup
penyebutan nama Allah atau ingatan menyangkut sifat – sifat atau perbuatan
Allah, surga atau neraka-Nya, rahmat dan siksa-Nya, perintah dan larangan-Nya,
dan juga wahyu – wahyu- Nya, bahkan segala yang dikaitkan dengan-Nya demikian
arti kata zikir tersebut maka zikir terbagi beberapa macam:
--- Zikir lisany (zikir lidah)
Menyebut nama Allah dengan lidah, bunyinya berupa kalimat
Subhanallah, Alhamdulillah, Shalawat dan istighfar, Asma’ul Husna, zikir ini
poin pahalanya paling rendah dibandingkan macam zikir yang lain.
Dan zikir ini ada yang menyebutnya sebagai zikir syari’at.
--- Zikir Qalbi (zikir hati)
Menyebut nama Allah dengan hati kalimat tasbih
(Subhanallah), tahlil (lailahaillah), takbir (Allahu Akbar), tahmid
(Alhamdulillah), taqdis, hauqallah, tarji’, istighfar.
Zikir ini poin pahalanya bisa mencapai 70 kali lipat atau
lebih dibandingkan zikir lisan, karena zikir qalbi tidak diketahui oleh orang
lain sehingga keikhlasannya dapat lebih terjaga.
Zikir ini ada yang menyebutnya sebagai ziqir thariqat.
Tariqat artinya jalan zikir qalbi disebut dzikir thariqat
karena menjalani jalan untuk mencapai tingkatan zikir berikutnya.
--- Zikir Aqly (zikir pikir): Memikirkan
arti, makna dan maksud yang terkandung dalam kalimat – kalimat zikir.
Zikir ini disebut juga tafakkur (memikirkan) dan tadabbur
(merenungkan) yaitu merenungkan keesaan dan kekuasaan Allah sebagaimana yang
tersurat dalam kalimat zikir yang diucapkan.
--- Zikir Ruhy (zikir roh) kembalinya roh
pada fitrah atau asal kejadiannya saat berada dalam arwah, menyaksikan dan
membuktikan wujudnya Tuhan secara langsung tanpa perantara.
Zikir ini disebut juga zikir makrifah, dan ini tingkatan zikir
tertinggi.
Berikut ini kami kemukakan ayat Al-Qur’an yang dapat
dijadikan sebagai dalil diisyaratkannya zikir.
فَاذْكُرُوْنِ
أَذْكُرْكُمْ وَشْكُرُواْ لِى وَلاَتَكْفُرُوْنِ
“karena itu, ingatlah kamu
kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (Q.S. Al-Baqarah : [2]:152)
Demikianlah, semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar