Rabu, 25 Juni 2025

Mendaki Tangga Jiwa: Perjalanan dari Nafsu Ammarah hingga Muthma’innah

 

💙💙
_____________________
Dalam pandangan tasawuf, manusia bukan semata-mata makhluk biologis, melainkan makhluk ruhani yang diciptakan untuk mengenal dan kembali kepada Tuhan. Namun, perjalanan menuju Allah itu bukan tanpa rintangan. Ia dimulai dari dalam diri sendiri — dari medan pertempuran batin yang disebut nafs (jiwa).
Para sufi mengajarkan bahwa nafs memiliki tahapan-tahapan spiritual yang menunjukkan kondisi dan kualitas jiwa seseorang. Tahapan ini menjadi cermin perjuangan spiritual seorang salik (penempuh jalan Allah) untuk membersihkan diri dari hawa nafsu, menuju ketenangan hakiki.
1. NAFSU AMMARAH 😡😡😡
(Jiwa yang Memerintahkan pada Kejahatan)
Ini adalah tingkat jiwa terendah, tempat di mana nafsu dan dorongan duniawi menguasai manusia. Allah menyebutnya dalam Al-Qur’an:
"Sesungguhnya nafs itu selalu menyuruh kepada kejahatan..."
(QS. Yusuf: 53)
Pada tahap ini, seseorang belum sadar akan kelemahan dirinya. Ia terbuai oleh dorongan syahwat, amarah, ambisi dunia, dan cinta pada materi. Hati tertutup, akal dibungkam, dan ruh terlupakan. Jiwa ini diperbudak oleh keinginan yang tak terpuaskan.
Para sufi menyebut nafs ammarah sebagai musuh dalam selimut, yang sering menyamar sebagai motivasi hidup, padahal menghancurkan nilai-nilai ruhani.
2. NAFSU LAWWAMAH 😔🥴😭
(Jiwa yang Mencela Diri Sendiri)
Setelah tersentuh oleh cahaya ilahi, seseorang mulai menyadari kesalahan dirinya. Ia mulai menyesali dosa, merasa gelisah setelah berbuat maksiat, dan hatinya mulai tergerak untuk bertobat.
"Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang selalu mencela (diri sendiri)."
(QS. Al-Qiyamah: 2)
Pada tahap ini, muncul kesadaran spiritual. Hati mulai hidup, tetapi masih berjuang keras. Kadang menang, kadang kalah. Jiwa menjadi seperti medan tempur antara dorongan ilahi dan bisikan setan.
Syaikh Al-Harawi menyebut nafs lawwamah sebagai jiwa yang belajar dari luka, karena ia mencela bukan untuk meratapi dosa, tetapi untuk bangkit dan memperbaiki diri.
3. NAFSU MUTHMA’INNAH 🙂☺️☺️😌
(Jiwa yang Tenang dan Damai)
Inilah tingkatan jiwa tertinggi yang bisa dicapai seorang salik. Jiwa yang telah berserah penuh kepada Allah, tidak lagi dikuasai oleh hawa nafsu atau guncangan dunia. Ia tunduk kepada qadha dan qadar dengan tenang.
Allah menyeru jiwa ini dengan panggilan kasih:
"Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai."
(QS. Al-Fajr: 27–28)
Jiwa ini tidak hanya ikhlas dalam taat, tetapi juga damai dalam musibah. Ia telah melewati pergolakan batin dan keluar sebagai hamba sejati. Dalam jiwa ini terbit cahaya makrifat, cinta ilahi, dan keikhlasan hakiki.
Ibnu Qayyim mengatakan, “Nafs muthma’innah adalah jiwa yang telah mengenal Tuhannya, mencintai-Nya, dan tenang bersama-Nya, tak lagi resah oleh dunia.”
----------+++++
Perjalanan Tak Kenal Henti
Perjalanan jiwa dari ammarah, lawwamah, hingga muthma’innah bukanlah sesuatu yang linier atau instan. Ia memerlukan mujahadah (kesungguhan), muraqabah (kesadaran akan Allah), dan muhasabah (introspeksi). Seorang salik bisa naik, turun, lalu naik kembali. Namun selama hatinya terus mencari Allah, maka ia tetap berada di jalan yang benar.
Sebagaimana ungkapan Imam Al-Ghazali:
“Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya.”
Mengenal diri berarti memahami kondisi jiwa, mengenali celah-celah kelemahan, dan membersihkannya hingga menjadi cermin jernih tempat cahaya Allah memantul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Malam Sunyi Sang Wali: Kisah, Teknik, dan Adab Khalwat

  _______________ Di balik gunung yang jauh dari hiruk-pikuk manusia, terdapat sebuah gua kecil yang hanya diketahui oleh segelintir pendudu...