Rabu, 25 Juni 2025

Mulla Sadra: Filsuf dan Sufi Persia, Pelopor Integrasi Filsafat, Tasawuf, dan Teologi

 

_____________
Di antara tokoh-tokoh agung dalam sejarah pemikiran Islam, nama Sadr al-Din Muhammad Shirazi, yang lebih dikenal sebagai Mulla Sadra (1571–1640), memancarkan cahaya istimewa. Ia bukan sekadar seorang filsuf Persia, tetapi juga seorang sufi, seorang teolog, dan penafsir Qur'an yang mendalam. Kehadirannya dalam khazanah keilmuan Islam menandai titik penting dalam upaya memadukan akal, wahyu, dan intuisi spiritual dalam sebuah sistem pemikiran yang harmonis dan komprehensif.
Latar Belakang Hidup
Mulla Sadra lahir di Shiraz, Persia, pada masa Dinasti Safawi. Ia tumbuh dalam lingkungan intelektual yang kaya dan mendapatkan pendidikan dari tokoh-tokoh besar seperti Mir Damad dan Baha’ al-Din al-‘Amili di Isfahan—kota yang saat itu menjadi pusat pembelajaran Islam terkemuka. Meski telah mencapai puncak keilmuan sejak muda, Mulla Sadra justru memilih jalan uzlah dan kontemplasi mendalam di sebuah desa kecil bernama Kahak, tempat ia mengalami fase-fase transformasi spiritual yang mendalam.
Integrasi Filsafat, Tasawuf, dan Teologi
Mulla Sadra terkenal sebagai pelopor al-hikmah al-muta‘āliyah, atau filsafat transenden, sebuah sistem filsafat yang berusaha melampaui batas-batas rasionalisme murni dengan memasukkan elemen-elemen spiritual dan iluminatif (kasyf). Ia menjembatani perbedaan tajam antara tiga pendekatan utama dalam pemikiran Islam:
1. Filsafat (hikmah), yang berbasis pada rasio dan logika.
2. Tasawuf (irfan), yang bertumpu pada pengalaman batin dan penyaksian (mukāsyafah).
3. Teologi (kalam), yang berlandaskan wahyu dan teks-teks keagamaan.
Mulla Sadra menolak dikotomi antara akal dan hati, antara ilmu dan cinta, dan menjadikan perjalanan spiritual sebagai dasar transformasi pengetahuan. Ia menyatakan bahwa kebenaran yang sejati hanya dapat dicapai jika akal dan jiwa disucikan.
Pemikiran Besar Mulla Sadra
Beberapa konsep utama dalam pemikiran Mulla Sadra yang paling revolusioner adalah:
1. Primordialitas Eksistensi (Asalat al-Wujud)
Mulla Sadra menegaskan bahwa eksistensi (wujud) adalah realitas dasar segala sesuatu, bukan esensi (mahiyyah). Eksistensi bukan hanya atribut dari sesuatu, tapi hakikatnya sendiri. Ini membalik logika para filsuf sebelumnya dan memberi ruang untuk pengalaman spiritual yang lebih hidup dan dinamis.
2. Gerak Substansial (al-Harakah al-Jawhariyyah)
Ia memperkenalkan konsep bahwa substansi makhluk tidak statis, melainkan mengalami perubahan dan gerak terus-menerus menuju kesempurnaan. Ini selaras dengan pandangan tasawuf tentang perjalanan jiwa menuju Tuhan (suluk ilallah).
3. Kesatuan Pengetahuan dan Eksistensi
Menurut Sadra, pengetahuan sejati bukan hanya memahami realitas, tetapi menjadi satu dengan realitas tersebut. Dalam hal ini, pengalaman mistik adalah bentuk paling tinggi dari pengetahuan.
4. Akhir Kehidupan dan Kebangkitan Jiwa
Ia juga menawarkan pemahaman mendalam tentang kehidupan setelah mati, di mana jiwa akan mengalami manifestasi dari realitas spiritual yang telah ia bangun selama hidup di dunia. Dunia ini bukan akhir, melainkan ladang bagi eksistensi akhir yang abadi.
Mulla Sadra sebagai Sufi
Meski dikenal sebagai filsuf rasional, jiwa Sadra adalah jiwa seorang salik. Ia memandang bahwa filsafat tanpa pembersihan jiwa adalah bagaikan bangunan tanpa fondasi. Dalam karyanya Asfar al-Arba‘ah (Empat Perjalanan Spiritual), ia menggambarkan perjalanan ruhani dari makhluk menuju Tuhan, kembali kepada diri, dan akhirnya menyatu dalam cinta Ilahi—konsep yang sangat sufistik.
Mulla Sadra tidak hanya mengutip para sufi besar seperti Ibnu Arabi dan Jalaluddin Rumi, tetapi juga menyerap semangat mereka dalam keseluruhan sistem filsafatnya. Ia meyakini bahwa puncak dari filsafat adalah ma‘rifah, yaitu penyaksian langsung terhadap hakikat Tuhan, dan ini hanya mungkin bagi mereka yang telah menempuh jalan kesucian dan fana.
Warisan Pemikiran
Pengaruh Mulla Sadra sangat besar dalam dunia Islam, khususnya di Iran dan dunia Syiah. Pemikirannya menginspirasi banyak ulama dan sufi, termasuk Allamah Thabathaba’i, Imam Khomeini, dan banyak tokoh kontemporer lainnya.
Karya-karyanya seperti Asfar Arba‘ah, Sharh al-Usul al-Kafi, dan Mafatih al-Ghayb masih dikaji hingga kini, karena kedalaman filosofis dan spiritualnya yang luar biasa.
------------
Mulla Sadra adalah cahaya perenungan yang menembus kabut perbedaan antara akal dan kalbu, antara logika dan cinta, antara filsafat dan tasawuf. Ia mengajarkan bahwa pencarian kebenaran tidak akan sempurna tanpa perjalanan batin, dan bahwa kebijaksanaan tertinggi hanya bisa dicapai dengan meleburkan diri dalam cahaya Ilahi. Dalam dirinya, filsafat tidak hanya menjadi sarana berpikir, tetapi jalan menuju Tuhan.
Jika engkau seorang pencari, maka belajarlah dari Sadra—bahwa puncak pengetahuan bukanlah kata, melainkan kehadiran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Malam Sunyi Sang Wali: Kisah, Teknik, dan Adab Khalwat

  _______________ Di balik gunung yang jauh dari hiruk-pikuk manusia, terdapat sebuah gua kecil yang hanya diketahui oleh segelintir pendudu...