Rabu, 02 Oktober 2024

Tarekat-Tarekat yang Berkembang di Indonesia

 Tarekat-Tarekat yang Berkembang di Indonesia

By Rifai Shodiq Fathoni 12 Oct, 2016 / Sejarah Indonesia

 




Islam masuk ke wilayah Indonesia melalui jalur perdagangan. Pedagang dari Arab, Gujarat, dan China yang datang ke Nusantara bukan hanya menjajakan dagangan mereka, melainkan juga menyebarkan Islam. Islam menyebar dengan pesat di Indonesia. Bahkan menurut teori Arab milik Hamka, sudah ada perkampungan orang Arab di Sumatra sejak abad ke-7. Namun ada yang menarik dalam penyebaran Islam di Nusantara. Masyarakat Nusantara mempunyai wajah yang beragam dalam menghayati agama Islam itu sendiri. Tidak luput pula penghayatan melalui tarekat. Menurut Martin van Bruinessen, ada ciri yang mencolok pada awal penyebaran Islam di Nusantara, yaitu karya awal muslim di Nusantara sarat dengan unsur tasawuf.

Hasil muktamar tasawuf yang diadakan di Pekalongan tahun 1960 menyatakan bahwa tarekat masuk ke Indonesia pertama kali pada abad ke-7. Perkembangan tarekat kemudian menyebar pesat di Nusantara setelah periode abad ke-13. Banyaknya para ulama Jawi yang belajar ke Haramain menjadi faktor utama. Ulama Jawi yang pulang ke Nusantara membawa ijazah dari para guru mereka di Haramain untuk menyebarkan Islam ke daerah mereka masing-masing.

Kata tarekat secara harfiah berarti jalan, baik berupa sistem latihan pembersihan diri dalam hati maupun amalan, yang berupa wirid, dzikir, muraqabah, dan lain sebagainya, yang dihubungkan dengan metode sufi dan organisasi yang tumbuh seputar metode ini. Tarekat mempunyai arti penting dalam masyarakat Indonesia. Karena pada umumnya, tarekat berhasil mengambil hati masyarakat Nusantara masa itu. Tarekat bukan hanya berkembang menjadi organisasi keagamaan, melainkan menjadi perekat tali persaudaraan umat muslim Nusantara. Tidak sedikit pula penguasa atau raja masa itu, menggunakan tarekat sebagai penarik legitimasi rakyat. Namun faktor pendukung perkembangan tarekat yaitu ketertarikan rakyat Indonesia kepada unsur mistik dalam tarekat.

Ada banyak macam tarekat yang berkembang di Indonesia. Ada beberapa tarekat besar di Indonesia yang merupakan cabang dari tarekat sufi internasional. Diantaranya adalah tarekat Khalwatiyah, tarekat Syattariyah, tarekat Syadziliyah, tarekat Qadiriyah, tarekat Rifa’iyyah, Tijaniyah, Idrisiyah, dan yang terbesar adalah Naqsyabandiyah. Sedangkan tarekat lokal diantaranya tarekat Wahidiyah, tarekat Shiddiqiyah, dan tarekat Syahadatain.

Sejarah dan Perkembangan Tarekat di Indonesia

Gerakan Tarekat adalah gerakan perbaikan masyarakat. Dalam lintas sejarah tarekat, para sufi juga terlibat dalam perjuangan kemerdekaan dan gerakan perbaikan bangsa di berbagai negara di dunia. Sebagai contoh, tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah melakukan gerakan perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajah Belanda pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Di Indonesia banyak berkembang tarekat, hal itu berkaitan dengan teori yang telah secara umum diterima, yaitu Islam masuk kawasan ini dengan gerakan kesufian dalam tarekat-tarekat. Dalam sejarahnya, Islam berkembang pesat sejak jatuhnya kerajaan Hindu Majapahit pada sekitar awal abad XV, hampir bersamaan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511. Oleh karena itu, peranan gerakan Kesufian dalam mengembangkan dan mengukuhkan Islam, sesuai dengan gejala umum di dalam dunia Islam. Demikian jika diingat bahwa tokoh-tokoh keagamaan masa lalu banyak disebut wali.

Aliran Tarekat yang berkembang di Indonesia antara lain, Tarekat Rifai’yah, Tarekat Qadiriyah, Tarekat Tijaniyah, Tarekat Naqsabandiyah, Tarekat Syadzaliyah, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, Tarekat Dasuqiyah, Tarekat Sathaniyah, Tarekat Samaniyah, Tarekat Alawiyah, Tarekat al-Mu’tabarah. Namun hanya beberapa tarekat di Indonesia yang berhasil memperoleh simpati rakyat diantaranya, tarekat Khalwatiyah, Syatariyah, Qadariyah, Naqsabandiyah dan Alawiyah.

Kebanyakan pengikut tarekat Khalwatiyah adalah penduduk daerah Sulawesi Selatan. Yang pertama memperkenalkan adalah Syaikh Yusuf Tajul Khalwati al-Makasari, ada Syaikh Abd Shamad al-Palimbani yang membawa tarekat Samaniyah, yang, merupakan cabang al-Khalwatiyah di Sumatra. Kemudian Tarekat Syatariyah yang di sebarkan oleh Syaikh Abd Rauf Sinkel di Sumatra Selatan. Sementara itu, Tarekat Qadariyah banyak tersebar di berbagai wilayah di Indonesia dan Syaikh Fansuri dikenal sebagai orang yang pertama kali menganutnya di Indonesia. Sedangkan tarekat Alawiyah yang didirikan oleh Imam Ahmad Ibn Musa Muhajir tersebar di Indonesia melalui murid-muridnya, salah seorang pengikutnya adalah Syaikh al-Raniri. Naqsabandiyah mempunyai tiga cabang yang juga tersebar di Indonesia, Naqsabandiyah Madzhariyah, Naqsabandiyah, Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Untuk tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, merupakan penggabungan dari dua tarekat yang dilakukan oleh Syaikh Ahmad Khatib Sambas di Makkah pada 1875 M. Tarekat ini membuktikan kemampuannya dalam memobilisasi gerakan perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan Belanda  pada akhir abad 19.

Menurut penjajah Belanda bahwa terekat di Indonesia bukan merupakan ancaman karena mereka menganggap bangsa Indonesia bukan kaum muslim sejati. Pemahaman agama mereka terbatas pada luarnya saja. Perhatian pemerintah penjajah justru diarahkan kepada para haji. Menurutnya, orang-orang yang mengenakan pakaian serba putih, kopyah, melaksanakan shalat, dzikir, mereka itulah orang yang perlu diawasi.

Tarekat yang berkembang pada abad-19 adalah Syaratriyah diganti dengan Naqsabandiyah-Qadiriyah di sekitar tahun 1850-1855 di beberapa daerah di Indonesia. Syatariyah pada umumnya tidak begitu mementingkan segi syari’at dan juga tidak menekankan sekali kewajiban shalat lima kali sehari. Tetapi mengajarkan shalat permanen. Sedangkan Tarekat Naqsabandiyah lebih mementingkan segi syari’at dan pada umumnya hanya mau menerima anggota tarekat, yang sudah melaksanakan kewajiban Islam yang penting dan yang mengetahui dasar pengetahuan tentang agama. Dalam tasawuf dan tarekat, terdapat pembahagian segi spekulatif dan segi ritual. Segi spekulatif hanya dipelajari oleh golongan kecil, yang mengerti tentang seluk beluk spekulatif. Sedangkn rakyat biasa hanya mempelajari segi ritual dengan menghafal dan mengucapkan beberapa wirid saja.

Sebenarnya pelajaran spekulatif tidak hanya merupakan latar belakang untuk wirid (segi ritual). Dalam tasawuf Syaratriyah dasar intelektual pada umumnya lebih luas dipelajari dan dipraktekan daripada dalam tarekat Naqsabandiyah. Dasar teoritis dan spekulaif untuk tarekat Syatariyah adalah ajaran martabat tujuh, yang sebenarnya tidak berhubungan dengan praktek ritual tarekat itu. Dasar teoritis untuk Tarekat Naqsababdiyah agak terbatas, yaitu hanya suatu teori tentang kalimat tauhid dan kedudukan guru. Sebenarnya teori ini juga cukup erat hubungannya dengan praktek ritual dalam tarekat ini.

Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah merupakan tarekat mu’tabarah yang didirikan oleh ulama Indonesia Ahmad Khatib Sambas (Kalimantan Timur). Tarekat ini mengalahkan tarekat yang sebelumnya paling populer di Indonesia yaitu Sammaniyah. Ketika ia wafat pada tahun 1873 atau 1875, khalifahnya bernama Abd. Al-Karim dari Banten menggantikan sebagai Syaikh tertinggi tarekat ini. Namun, Abdul al-Karim harus ke Makkah untuk menggantika kedudukan sang Syaikh. Dua orang khalifah utama yang lainnya adalah Kiai Thalhah dari Cirebon dan seorang Kiai Madura, Kiai Ahmad Hasbullah. Namun sejak Abd al-Karim wafat, tarekat ini terpecah belah, berdiri sendiri yang berasal dari ketiga khalifah pendiri tersebut.

Tarekat satunya lagi adalah Naqsabandiyah Khalidiyah yang tersebar di Indonesia berkat Zawiyah yang didirikan oleh khalifah dari Maulana Khalid, Abdullah al-Arzinjani di Jabal Abu Qubais, Makkah. Para pengganti Abdullah, Sulaiman al-qirimi, Sulaiman al- Zuhdi, dan Ali Ridha mengarahkan penyebaran tarekatnya kepada orang-orang Indonesia yang mengunjungi Makkah dan Madinah dalam jumlah yang besar selama dasawarsa terakhir abad-19. Ribuan orang mengikuti tarekat ini dan menjalankan berkhalwat di zawiyah dan lusinan orang Indonesia yang menerima ijazah untuk mengajar tarekat di kampung halaman.

Corak Tarekat di Indonesia

Kata tarekat, umumnya mengacu pada metode latihan atau amalan, seperti dzikir, wirid, muroqobah, juga mengenai institusi guru dan murid yang tumbuh bersamanya. Betapapun variasi namanya, tarekat tetap mempunyai satu tujuan, yaitu moral yang mulia. Tidak ada perbedaan prinsipil antara satu tarekat dan tarekat lainnya. Perbedaan hanya terletak pada jenis dzikir dan wirid dan cara pelaksanaannya. Tarekat yang berkembang pada umumnya, terutama setelah abad ke-6, merupakan kesinambungan tasawuf Sunni al-Ghazali.

 Corak ini berkembang tidak terkecuali di Indonesia. Para ulama nusantara yang menuntut ilmu di Mekkah dapat dipastikan membawa ijazah dari para gurunya dan mengajarkan tarekat tertentu di Indonesia. Martin van Bruinessen menuliskan dalam bukunya, bahwa pada tahap awal penulisan buku di Indonesia, ada satu segi yang sangat mencolok di Indonesia, yaitu tulisan-tulisan paling awal ulama Indonesia bernafaskan semangat tasawuf. Seperti pendapat orang, karena tasawuf inilah menjadi sebab utama orang Indonesia memeluk Islam. Islamisasi di Indonesia mulai pada masa corak pemikiran tasawuf menjadi corak yang dominan dalam dunia Islam.

Tarekat di Indonesia mempunyai corak yang sama seperti tarekat pada umumnya. Tarekat tidak hanya mempunyai fungsi keagamaan, namun juga mempunyai sistem keterikatan kekeluargaan. Semua anggotanya menganggap diri mereka bersaudara satu sama lain. Sebagian raja di nusantara juga menggunakan tarekat sebagai legitimasi untuk memperoleh kekuasaan. Beberapa tarekat kecil di Indonesia, seperti tarekat Wahidiah dan Shiddiqiyah di Jawa Timur dan tarekat Syahadatain di Jawa Tengah, merupakan tarekat lokal yang mengembangkan ajaran-ajaran dan amalan-amalan guru tertentu. Adapun tarekat besar lainnya, seperti tarekat Khalwatiyah di Sulawesi Selatan, Syattariyah di Sumatra Barat dan Jawa, Syadziliyah di Jawa Tengah, Qadiriyah, Rifa’iyah, Idrisiyah, Tijaniyah, dan Naqsyabandiyah, merupakan cabang-cabang dari gerakan sufi internasional.

Diterimanya tarekat di masyarakat Indonesia terlihat dari kebanyakan ulama yang pulang setelah menuntut ilmu di Hijaz menganut tarekat dan berpegang teguh pada al-Qur’an dan Sunnah. Oleh sebab itu, seperti yang telah disinggung di atas, bentuk tarekat di Indonesia merupakan kesinambungan dari tasawuf Sunni al-Ghazali. Tarekat seperti Naqsyabandiyah dan Khalwatiyah yang merupakan cabang gerkan sufi internasional masuk dalam golongan ini. Perlu diperhatikan dalam hal ini mengenai perbedaan tarekat dan ilmu kejawen. Kurangnya perhatian kepada perbedaan ini, menghasilkan pandangan negatif terhadap tarekat.

Kemudian pada tarekat yang bersifat lokal, dalam arti tidak meruntut pada salah satu tarekat populer di negeri lain, seperti Wahidiyyah dan Shiddiqiyah, ada yang diterima menurut syari’at berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah, dan tidak sedikit pula ada yang keluar dari jalur Islam. Walaupun mereka mengaku beragama dan berkomitmen terhadap Islam, namun ajaran dan prinsip serta praktek mereka sebagian bertentangan dengan Islam. Tidak sedikit dari aliran kebatinan yang membonceng kepada tarekat guna mengambil simpati masyarakat kepada tarekat dengan mengambil nama Islam untuk kemudian menjelekkan citra tarekat.

Untuk sebab itu, para ulama di Indonesia mendirikan organisasi tarekat mu’tabaroh yang merumuskan kriteria apa saja untuk menentukan tarekat mu’tabarah. Para ulama berusaha membentengi agar aktivitas tarekat tidak terjerumus kepada kerancuan kebatinan. Para ulama berusaha menghapus praktik yang menyimpang, seperti praktik khusus untuk memperoleh kekuatan supranatural dengan melakukan hubungan dengan arwah. Beberapa kriteria yang dirumuskan adalah, pertama, sepenuhnya berdasarkan syari’at Islam dan pelaksanaannya. Kedua, berpegang teguh kepada salah satu mazhab fiqih empat. Ketiga, mengikuti haluan ahlus Sunnah wal jama’ah. Keempat, memiliki ijazah dengan sanad muttashil, yaitu silsilah guru yang terus bersambung hingga Nabi Muhammad saw.

 

Peran Tarekat dalam Perlawanan Melawan Kolonialisme pada Abad ke-19

Di Indonesia, keterlibatan terekat dalam gerakan politik pernah terjadi pada masa penjajahan Belanda. Syaikh Yusuf al Makasari, salah satu pemimpin tarekat Khalwatiyah yang berpengaruh, pernah menjadi pemimpin gerilnya melawan kompeni.

Di Banten Syaikh Yusuf sangat berpengaruh, dan menjadi penasehat utama Sultan Agung Tirtayasa. Pengaruh yang kuat dari Syaikh Yusuf di Banten menimbulkan ketidaksukaan Putra Mahkota, yang mendapat gelar Sultan Haji. Keadaan ini membuat Sultan Haji melakukan maker kepada ayahnya pada tahun 1682. Dalam pemberontakan ini Sultan Haji dibantu oleh pasukan Belanda dan berhasil melengserkan ayahnya dan ayahnya di tawan, tetapi Syaikh Yusuf bersama pengikutnya menyingkir ke wilayah pegunungan-pegunungan di jawa Barat. Selama hampir 2 tahun beliau berasil dari pemburuan Belanda. Akhirnya, pada 1683 mereka dapat di tangkap, Syaikh  Yusuf di asingkan Belanda ke Sri Langka, sebagian pengikutnya diizinkan kembali ke Sulawesi Selatan. Setelah 10 tahun di Sri Langka, Syaikh Yusuf di asingkan ke Tanjung Harapan, Cape Town, Afrika Selatan dan meninggal pada 1899.

‘Abd al Shamad al Palimbani, seorang pemimpin tarekat Sammaniyah yang berpengaruh di wilayah ini. Semangat jihad al palimbani sangat mempengaruhi para muridnya yang ahli tarekat dan juga siap untuk berjihad secara fisik.

Selain perkembangan tarekat Syatariyah dikalahkan oleh Naqsabandiyah, Mulai tahun 1850-an, ada perkembangan kedua yang juga mulai pada tahun 1850an ini. Dalam Jihad Cilegon di tahun 1888 cukup banyak orang tarekat Qadiriyah yang terlibat atau dituduh terlibat. Motivasi pemberontakan Cilegon tersebut merupakan campuran antara motif ekonomi, politik, sosial, dan agama. Aksi protes ini melibatkan 4 tokoh tarekat Qadiriyah mereka adalah Haji Abd al-Karim al-Batani, seorang syaikh pengganti Syaikh Ahmad Khotib Sambas, K.H Tabagus Ismail, seorang keturunan Sultan Banten, H Marjuki dan Haji Wasil. Haji Wasil dengan kelompoknya meluncurkan pemberontakan bersenjata. Hal ini diakibatkan dilarangnya semua tarekat di beberapa daerah di Indonesia, karena pihak kolonial merasa tidak senang dengan kegiatan agama terutama terhadap Terekat. Dari pihak ini juga didatangkan untuk mengawasi kegiatan Tarekat.

Pada tahun 1890 atas kegiatan Kyai Krapyak yaitu seorang guru tarekat Naqsabandiyah dan Syatariyah yang ketika itu dilarang oleh Sultan untuk mengajar. Ia mengajar ilmu fiqh kepada 20 murid yang semuanya berasal dari Krapyak. Pada tahun 1897 dia tetap mengajar fiqh tidak menyebutkan bahwa ia mengajar sebuah tarekat, karena tarekat dilarang di Yogyakarta.  Hal itu menunjukkan bahwa pemerintah kolonial (residen Yogyakarta) sangat mengawasi kegiatan pengajaran agama. Tahun 1904 oleh Sultan dan Residen, kyai Krapyak dijatuhi hukuman pengasingan karena dianggap menjadi penyebab kerusuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Rifa’i, Bachrun. Filsafat Tasawuf . Bandung: CV Pustaka Setia, 2010

Nahrowi Tohir, Moenir. Menjelajahi Eksistensi Tasawuf. (Jakarta: PT As-Salam Sejahtera,2012

Shihab, Alwi.  Akar Tasawuf di Indonesia. Bandung: Pustaka Iman, 2009

Sunanto, Musrifah. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2010

Bruinessen, Martin van . Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia ‘Survey Historis, Geografis, dan Sosiologis. Bandung: Mizan, 1995

Huda, Nor.  Islam Nusantara. Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2013

Steenbrink, Karel A. Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke-19. Jakarta: P.T Bulan Bintang, 1984

TANDA-TANDA ORANG ARIF BILLAH'

 

TANDA-TANDA ORANG ARIF BILLAH'  


Seperti kata-kata Guruku, tanda-tandanya seseorang itu Arifbillah' (Wali Alla
h Tersembunyi) itu adalah seperti berikut;


1) Apabila kita duduk dengannya kita akan mendapat Ilmu Ma'krifat.


2) Apabila kita bersalaman dan berdakapan dengannya, kita akan memperolehi limpahan Rohani.


3) Apabila kita memandang dirinya akan terus mengingatkan kita kepada Wujud Allah Subhanahu Wa Ta’ala.


4) Apabila kita mendengar perkataannya, kata-katanya itu dapat mengikis keaiban-keaiban seperti sombong, riak, takabur, ujub, hasad dengki dan marah dari perasaan dan hati kita yang terdalam.


5) Apabila sering bersamanya kita akan dapat merasakan Ketenangan dan Keberkatan Cahaya yang keluar dari dirinya.


6) Apabila ada orang lain yang cuba memusuhi dan menyakitinya, diri kita juga akan sama terasa sakit dan dimusuhi.


7) Apabila kita berjauhan dengannya kita akan terasa begitu rindu dengannya dan segera ingin bertemu.


8) Apabila kita tiada bersamanya pada suatu ketika, kita akan merasa alam hidup kita ini sunyi dan kekosongan tanpanya.


9) Arifbillah' itu tidak suka mencela atau menghina ilmu-ilmu yang terdapat pada orang-orang SUFI yang HAQ.


10) Arifbillah' itu termasuk golongan Auliya’ Allah, namun tidak semua Auliya’ Allah itu adalah kalangan Ulama. Arifbillah' atau Auliya’ Allah itu boleh jadi seperti orang biasa didalam kedudukan masyarakat kita yang tidak ada pangkat dan harta, dan sedikit sahaja orang yang mengenalinya, ada yang suka hidup memencilkan diri dan dipinggirkan keluarga serta masyarakat (Menyendiri).


11) Arifbillah' atau Auliya’ Allah adalah terlalu sedikit jumlahnya yang ada di dunia ini berbanding Ulama yang jumlahnya terlalu ramai dan mudah dikenali.


12) Pada kebiasaannya, tanda-tanda seorang itu Arifbillah' atau Auliya’ Allah bahawa dirinya sering menerima pelbagai ujian daripada masyarakat awam yang tidak mengenali Martabat Kemuliaannya yang tersangat hampir di sisi Allah SWT dan sebagai kekasih Allah (Habibullah). 


Masyarakat awam sering melemparkan kutukan dan kata-kata yang kesat, tuduhan dan fitnah, mengejek dan memperlikan ajaran-ajarannya serta kebaikan-kebaikan yang dilakukannya di jalan Allah SWT. 


13) Sesiapa yang memuliakan Arifbillah', Allah SWT juga akan memuliakannya meskipun ia seorang ahli maksiat. Sesiapa yang memusuhi Arifbillah', maka Allah SWT juga akan memusuhinya meskipun ia seorang ahli ibadat.


Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;


 ”Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla berfirman, ’Barangsiapa memusuhi Wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepadaku, Aku pasti melindunginya."

Jalan Pulang Menuju Allah -- Tanazul Dan Taraqi

 Kajian Tauhid Sufi - Jalan Pulang Menuju Allah


Tanazul Dan Taraqi

Dalam pembahasan Martabat Tujuh, Allah bertajalli menjadi tujuh martabat yaitu :

1. Martabat Ahadiyah

2. Martabat Wahdah

3. Martabat Wahidiyah

4. Martabat alam Arwah

5. Martabat alam Misal

6. Martabat alam Ajsam

7. Martabat alam Insan Kamil .


Proses Allah bertajalli dari Martabat Ahadiyah sampai menuju Martabat Insan Kamil itu disebut dengan Tanazul, yaitu perjalanan atau pergerakan dari atas ke bawah (al-qaus al-tanzil), ketika Tuhan akan melihat dirinya maka Ia memanifestasikan dirinya ke dalam wujud lain yang kemudian disebut dengan tajalli.


Sebaliknya proses Taraqi naik yaitu :

1. Martabat alam Insan Kamil

2. Martabat alam Ajsam

3. Martabat alam Misal

4. Martabat alam Arwah

5. Martabat Wahidiyah

6. Martabat Wahdah

7. Martabat Ahadiyah .


Maka proses dari Insan kamil menuju Martabat Ahadiyah ini disebut dengan Taraqi, yaitu sebuah perjalanan spiritual insan kamil dari bawah (al-‘alam al-sufla) ke alam atas (al-‘alam al-‘ulya), yaitu ke alam yang lebih dekat dari titik sentral yang biasa disebut dengan Ahadiyah.

Tanazul dan taraqi adalah dua istilah yang sering digunakan di kalangan sufi dalam menggambarkan relasi antara hamba dengan Tuhan.

Taraqqi diartikan sebagai perjalanan spiritual seorang hamba dalam upaya mendaki mendekati Tuhannya.

 

Jalan Pulang Menuju Allah.


Masalahnya pada tahap martabat Insan Kamil yang mempunyai kedudukan sebagai akhir proses Tajalli Allah dan sebagai dasar naik dalam proses Taraqi menuju Allah hanya terjadi kepada para Nabi, Rasul dan Wali Allah, merekalah Insan kamil sepenuhnya.

Sedangkan manusia lainnya pada umumnya belum mencapai derajat Insan Kamil,  justru terjebak dengan hawa nafsu dan terumus dalam dosa dan maksiat.

Perbuatan dosa yang dilakukan manusia ditimbulkan oleh keinginan syahwat dan bisikan  sang nafsu dikarenakan kondisi manusia sangat lemah, karena kecintaanya kepada badan dan dunia.

Untuk bisa kembali “Pulang” kita harus mencapai derajat Insan Kamil, dengan cara membulatkan tekad, berusaha sungguh-sungguh (MUJAHADAH) mengalahkan nafsu musuh besarnya agar dapat menjadi sebagai INSAN KAMIL.


Adapun Taraqqi/pendakian tujuh jiwa adalah sebagai berikut:


1. Jiwa Ammarah

Yaitu jiwa yang selalu berbuat dosa dan maksiat kepada Allah  dalam Al-qur’an dijelaskan :

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ

Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.

[Qs. Yusuf: 53 ]

 

Adapun sifat-sifat Nafsu Ammaroh diantaranya:

1. Pelit/Kikir (البخل ).

2. Dengki,Khianat (الحسد).

3. Bodoh/Tolol (الجهل).

4. Sombong/Bangga diri (الكبر).

5. Marah/Suka Mencaci ( الغضب ).

6. Sangat cinta dunia (الحرص).

7. Senang melakukan perkara jelek/hina (الشهوة).


Jika jiwa Ammarah  ini kita kalahkan maka semua sifat tujuh di atas akan terkikis dan menjadi hilang dalam diri manusia. Sehingga hati menjadi lunak, hawa nafsu mulai bisa dikalahkan.

 

2. Jiwa Aluwamah.

Jiwa Aluwamah yaitu jiwa yang mampu memutuskan mana yang baik dan mana yang buruk, ia menyadari bahwa perbuatan melanggar perintah Allah itu dosa, akan tetapi kadang maksiat, kadang taat, kadang taubat, jiwa yang sering berubah, jiwa yang masih sering terombang-ambingkan antara ketaatan dan kemaksiatan. Allah berfirman:

وَلا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ

Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).

QS. Al-Qiyamah [75]:2)

Dalam jiwa ini juga terdapat jiwa-jiwa binatang yang sifatnya hanya suka memenuhi hasrat sex dan kesenangan duniawi.


Adapun sifat-sifat Nafsu Aluwamah itu adalah:

1. Menyesal ( اللوم).

2. Mengikuti kesenangannya (sexual) (الهوي).

3. Menipu (المكر).

4. Menggunjing (الغيبة).

5. Riyak/pamer (الرياء).

6. Dholim/Aniaya (الظلم).

7. Lupa pada Allah (الغفلة).

8. Bohong(الكذب).

9.Ujub(membanggakan amalnya)( العجب).


Jika jiwa Aluwwamah ini kita kalahkan dengan mujahadah (berperang melawan hawa nafsu) maka semua sifat tujuh negatif di atas dan sifat- sifat binatang dn kecenderungan hawa nafsu sexnya (zina)akan terkikis dan menjadi hilang dalam diri manusia.

 

3. Jiwa Mulhimah.

Jiwa Mulhimah yaitu jiwa yang diberi ilham atau bimbingan oleh Allah, karena dapat mengalahkan jiwa Ammaroh dan jiwa Aluwamah. Allah berfirman:

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا

Dan (demi) jiwa serta penyempurnannya (ciptaannya) maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (QS. Al-Syams [91]:7-8)

 

Adapun sifat-sifat Nafsu Mulhimah itu banyak sekali, diantaranya :

1. Dermawan (السخاوة),

2. Qona’ah (القناعة).

3. Taubat (التوبة).

4. Tawadhu’ (التواضع).

5. Sabar (الصبر).

6. Mempertahankan (التحمل).

7. Lemah lembut(الحلم).

Jika Jiwa Mulhimah ini dijadikan fokus dzikir dengan sungguh-sungguh maka semua semua sifat-sifat yang terpuji di atas akan semakin mengembang dan sehingga prilakunya semakin berakhlakul karimah jiwanya menjadi matang.


4. Jiwa Muthmainnah.

Jiwa Muthmainnah adalah jiwa yang sudah bisa mengendalikan semua sifat dan nafsu-nafsu yang jelek, orang yang mempunyai jiwa akan mendapatkan ketenangan dan kebahagian selalu, karena hatinya telah dipenuhi iman dan cahaya dari Allah.  Allah berfirman:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً

Hai Jiwa Mutmainnah (tenang), kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridoi-Nya. (Qs. Al-fajr [89]:27-28)

Jiwa Muthmainnah yang sudah mendapat cahaya dari Allah. Pemilik jiwa ini mulai masuk awal dalam perjalanan menuju Allah, inilah dasar makrifat menuju Allah, kedudukannya adalah awal dari kesempurnaan.

Adapun sifa-sifat Nafsu Mutmainnah itu banyak sekali, diantaranya :

1. Memberi (الجود).

2. Tawakkal (التوكل).

3. Ibadah (العبادة).

4. berSyukur (الشكر).

5 Ridho (. الرضى).

6. Takut kepada Allah (خشية).

Jika istiqomah dalam dzikirnya, maka hati nurani akan terbuka dan aktif, sehingga suara dan bimbingan hati nurani akan membimbing kita dalam segala hal.

 

5. Jiwa Rodhiyah.

Jiwa Rodhiyah yaitu jiwa kepasrahan total kepada Allah, jiwa seorang muslim yang hakiki, jiwa yang sudah mantab dan yakin serta benar-benar patuh pada Allah, ini adalah jiwa yang menerima dan ridho terhadap kehendak Allah tunduk kepadanya.  Sebagaimana firman-Nya:

رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Allah meridoi mereka dan merekapun ridho kepada-Nya (QS. Al-Maidah [5]:199)


Adapun sifa-sifat Nafsu Rodhiyah itu banyak sekali, diantaranya :

1. Dzikir (الذكر).

2. Ikhlas (الاخلاص).

3. Menepati janji (الوفاء).

4. Waro’/ menjaga dari perkara syubhat (الورع ).

5. Zuhud (الزهد).

6. kemuliaan(الكرامات).

7. Rindu kepada Allah (العشق).


Orang yang mencapai tahapan jiwa ini, maka semua sifat-sifat yang terpuji di atas akan semakin besar dan kuat terhadap jiwa, sehingga orangnya menjadi bijaksana. Salah satu tandanya adalah prilakunya lemah lembut, sikap dan ucapannya sangat bijak.


6. Jiwa Mardhiyah.

Jiwa Mardhiyah yaitu jiwa yang diridhoi, jiwa yang dekat dengan sang pencipta. Inilah tahapan ketika jiwa menerima keridhoan Allah dan hal itu bersifat timbal balik.

Jiwa secara utuh menjadi menyatu dengan kehendak universal Allah. Dengan kehilangan kehendak dirinya sendiri (kehendak manusia) maka jiwa berada dalam kedudukan sifat fana’ fillah, lebur di dalam Allah.


Adapun sifat-sifat Nafsu Mardhiyyah itu banyak sekali, diantaranya :

1. Baik budi pekertinya (حسن الخلق ).

2. Belas kasih kepada semua makhluk (اللطف بالخلق).

3. Meninggalkan semua perkara selain Allah(ترك ما سوى الله ).

4. Taqorrub, mendekatkan diri kepada Allah(التقرب الى الله ).

5. Berfikir tentang keagungan Allah(التفكر فى عظمة الله).

6. Ridho dengan pembagian dari Allah(الرضى بما قسم الله).


Orang yang sudah mencapai dalam tahapan jiwa Mardhiyah ini maka semua sifat-sifat yang terpuji di atas akan semakin besar dan kuat terhadap jiwa.

Effek lainya adalah kita akan sering melihat dimensi-dimensi ghaib dan kerajaan langit (malakutis samawat). Sesuai dengan tingkat spritua masing-masing.

 

7. Jiwa Kamilah

Jiwa Kamilah yaitu jiwa yang telah mencapai pencerahan atau kesempurnaan. Orang yang mencapai derajat ini maka ia akan menjadi jiwa yang tersucikan atau Nafsu Kamilah yaitu jiwa yang sempurna. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah swt:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwanya.

(QS. Al-Syams[91]:9)

Jiwa yang sudah sampai pada kesempurnaanya dalam bentuk dan karakteristiknya, ia meningkat dalam kesempurnaanya. Jiwa yang sudah dianggap cakap untuk kembali kepada Tuhannya, pekerjaannya memberi mamfaat kepada orang lain dan menyempurnakan amal shalihnya.

Inilah jiwa Insan Kamil, manusia sempurna kedudukanya adalah pada tingkat Tajalli Asma serta sifat dan kondisinya Baqabillah, pergi kepada Tuhan, kembali dari pada Tuhan kepada Tuhan, tidak ada tempat/media lain selain Tuhan, Tiada memiliki ilmu melainkan Tuhan langsung pengendalinya, ia fana’ pada Tuhan. 

Itulah jalan kembali pulang menuju Allah dengan cara Taraqi (mendaki) tahapan demi tahapan jiwa harus di lalui sehingga mencapai derajat Insan Kamil.

Pertanyaannya apakah anda dalam kehidupan ini bisa mencapai derajat Insan Kamil...?

Jika tidak bisa mencapai derajat Insan Kamil, maka membutuhkan kehidupan lagi, kehidupan lagi, kehidupan lagi, sampai kita semua bisa pulang kembali ke asal kita. Itulah hakekat Innalillahi wa Inna Lillahi Rojiun.

 


Jalan Kembali


Takhalli

Takhalli ialah mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan hidup duniawi dengan cara menjauhkan diri dari maksiat dan berusaha menguasai hawa nafsu.

Takhalli (membersihkan diri dari sifat tecela) oleh sufi dipandang penting karena semua sifat – sifat tercela merupakan dinding –dinding tebal yang membatasi manusia dengan Tuhannya.

 Oleh karena itu, untuk dapat mendalami tasawuf seseorang harus mampu melepaskan diri dari sifat tercela dan mengisinya dengan akhlak –akhlak terpuji untuk dapat memperoleh kebahagiaan yang hakiki[2].


TAHALLI

Tahalli disini maksudnya adalah menghiasi atau mengisi diri dari sifat dan sikap serta perbuatan – perbuatan yang baik.

Dengan kata lain, sesudah mangosongkan diri dari sifat tercela (takhalli), maka usaha itu harus berlanjut terus ke tahap tahalli (pengisian jiwa yang telah dikososongkan tadi[3]).


Adapun sikap – sikap yang dapat dibiasakan ialah sebagai berikut :


1. At-taubah

Al-Ghazali mengklasifikasikan tobat kepada tiga tingkatan, yaitu:

--- Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih kepada kebaikan dan takut akan siksa Allah.

--- Beralih dari situasi baik ke situasi yang lebih baik lagi.

--- Rasa penyelasan yang dilakukan semata – mata karena ketaatan dan kecintaan kepada Allah.


2. Cemas dan Harap (khouf dan raja’)

   Dengan adanya rasa takut akan menjadi pendorong bagi seseorang untuk meningkatkan pengabdiannya dengan harapan ampunan dan anugerah dari Allah.


3. Zuhud

Zuhud ialah melepaskan diri dari kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidupan dimiliki.


4. Al- Faqr

Yaitu puas dan bahagia dengan apa yang dimiliki.


5. Ash-Shabru

Al-Ghazali membedakan sabar kedalam beberapa nama, yaitu :

--- Iffah, yaitu ketahanan mental terhadap hawa nafsu perut dan seksual.

--- Hilm, yaitu kesanggupan menguasai diri agar tidak marah.

--- Qanaah, yaitu ketabahan hati menerima nasib sebagaimana adanya.

--- Saja’ah, yaitu sikap pantang menyerah dalam menghadapi masalah.

 

6.Ridha

Adalah menerima dengan lapang dada dan hati terbuka apa saja yang datang dari Allah.


7. Muraqabah

Muraqabah bisa diartikan sebagai segala aktivitas yang dilakukan selalu ada perhitungan, seberapa jauh ia dapat menunaikan kewajiban dan sampai dimana ia telah melakukan pelanggaran hukum ALLAH.

 


TAJALLI

Tajalli dapat dikatakan terungkap nya Nur ghaib untuk hati.

Rasulullah Saw. bersabda: “ada saat – saat tiba karunia dari Tuhanmu, maka siapkanlah dirimu untuk itu”.

Oleh karena itu, setiap calon sufi mengadakan lathan jiwa (riyadah), berusaha untuk membersihkan dirinya dari sifat – sifat tercela, mengosongkan hati dari sifat yang keji ataupun dari hal – hal duniawi, lalu mengisinya dengan sifat – sifat terpuji seperti: beribadah, zikir, menghindarkan diri dari hal – hal yang dapat mengurangi kesucian diri dan seluruh jiwa (hati) semata – mata hanya untuk memperoleh tajalli yaitu menerima pancaran ilahi.

Apabila Tuhan telah menembus hati hambanya dengan Nur-Nya, maka berlimpah ruahlah rahmat dan karunianya.

Pada tingkatan ini, hati hamba akan bercahaya terang – benderang, dadanya terbuka luas, dan terangkat tabir rahasia alam malakut dengan karunia rahmat Tuhan tersebut[4].

Adapun untuk memperdalam rasa cinta kepada Allah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

--- Munajat

--- Muraqabbah

--- Memperbanyak wirid dan dzikir

--- Tafakkur

--- Zikrul maut (mengingat kepada Allah akan kematian yang pasti akan terjadi).

 


ZIKIR


Zikir berasal dari kata dzakara-yadzkuru-dzikran, yang mengenal, dan mengerti.

Kata Zikir pada mulanya berarti “mengucapkan dengan lidah atau menyebut sesuatu, maka ini kemudian berkembang menjadi “mengingat”, karena mengingat sesuatu seringkali mengantar lidah menyebutnya.

Demikian juga menyebut dengan lidah dapat mengantar hati untuk mengingat lebih banyak lagi apa yang disebut – sebut itu, disebut sifat, perbuatan, atau peristiwa yang berkaitan dengannya.

Dari sini dapat dipahami bahwa kata Zikrullah dapat mencakup penyebutan nama Allah atau ingatan menyangkut sifat – sifat atau perbuatan Allah, surga atau neraka-Nya, rahmat dan siksa-Nya, perintah dan larangan-Nya, dan juga wahyu – wahyu- Nya, bahkan segala yang dikaitkan dengan-Nya demikian arti kata zikir tersebut maka zikir terbagi beberapa macam:

--- Zikir lisany (zikir lidah)

Menyebut nama Allah dengan lidah, bunyinya berupa kalimat Subhanallah, Alhamdulillah, Shalawat dan istighfar, Asma’ul Husna, zikir ini poin pahalanya paling rendah dibandingkan macam zikir yang lain.

Dan zikir ini ada yang menyebutnya sebagai zikir syari’at.

--- Zikir Qalbi (zikir hati)

Menyebut nama Allah dengan hati kalimat tasbih (Subhanallah), tahlil (lailahaillah), takbir (Allahu Akbar), tahmid (Alhamdulillah), taqdis, hauqallah, tarji’, istighfar.

Zikir ini poin pahalanya bisa mencapai 70 kali lipat atau lebih dibandingkan zikir lisan, karena zikir qalbi tidak diketahui oleh orang lain sehingga keikhlasannya dapat lebih terjaga.

Zikir ini ada yang menyebutnya sebagai ziqir thariqat.

Tariqat artinya jalan zikir qalbi disebut dzikir thariqat karena menjalani jalan untuk mencapai tingkatan zikir berikutnya.

--- Zikir Aqly (zikir pikir): Memikirkan arti, makna dan maksud yang terkandung dalam kalimat – kalimat zikir.

Zikir ini disebut juga tafakkur (memikirkan) dan tadabbur (merenungkan) yaitu merenungkan keesaan dan kekuasaan Allah sebagaimana yang tersurat dalam kalimat zikir yang diucapkan.

--- Zikir Ruhy (zikir roh) kembalinya roh pada fitrah atau asal kejadiannya saat berada dalam arwah, menyaksikan dan membuktikan wujudnya Tuhan secara langsung tanpa perantara.

Zikir ini disebut juga zikir makrifah, dan ini tingkatan zikir tertinggi.

Berikut ini kami kemukakan ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan sebagai dalil diisyaratkannya zikir.

فَاذْكُرُوْنِ أَذْكُرْكُمْ وَشْكُرُواْ لِى وَلاَتَكْفُرُوْنِ

karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (Q.S. Al-Baqarah : [2]:152)


Demikianlah, semoga bermanfaat.

SUCIKAN HATI DENGAN DZIKIR UNTUK MENGENAL DAN MENDEKAT KEPADA ALLOH SWT

SUCIKAN HATI DENGAN DZIKIR UNTUK MENGENAL DAN MENDEKAT KEPADA ALLOH SWT 

Oleh Purwanto,S.Ag.,M.Pd.I OKU Timur Sumatera Selatan


A.     CARA MENGENAL ALLAH


Kewajiban pertama bagi setiap muslim adalah terlebih dahulu mengenal kepada yang disembahnya yaitu Alloh SWT , barulah ia berbuat ibadah sebagaimana sabda Nabi :

أَوَلُ الدِّيْنِ مَعْرِفَةُ اللهِ

Artinya: “Pertama sekali di dalam agama ialah mengenal Allah


Cara mengenal ALLOH adalah mengenal diri sebenar diri.  Kenalilah dirimu, sebagaimana sabda Nabi SAW

مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ وَمَنْ عَرَفَ رَبَّهُ فَسَدَ جَسَدَهُ

Artinya: “Barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya, dan barangsiapa yang mengenal Tuhannya maka binasalah (fana) dirinya.


Lalu diri mana yang wajib kita kenal?

Sesungguhnya diri manusia terbagi dua sebagaimana firman Allah dalam surat Luqman ayat 20 :

وَأَسْبَغَ عَليْكُمْ نِعَمَهُ ظَهِرَةً وَبَاطِنَةً

Artinya : Dan Allah telah menyempurnakan bagimu nikmat zahir dan nikmat batin.


Berdasarkan ayat di atas, diri kita sesungguhnya terbagi dua:

1.  Diri Zahir yaitu diri yang dapat dilihat oleh mata dan dapat diraba oleh tangan.

2.  Diri batin yaitu yang tidak dapat dipandang oleh mata dan tidak dapat diraba oleh tangan, tetapi dapat dirasakan oleh mata hati. 


Untuk mengenal diri,  kita disuruh melihat ke dalam diri (introspeksi diri)  sebagimana firman Allah dalam surat az-Zariat ayat 21:

وَفِى اَنْفُسِكُمْ اَفَلاَ تُبْصِرُوْنَ

Artinya : Dan di dalam diri kamu apakah kamu tidak memperhatikannya.


Allah memerintahkan kepada manusia untuk memperhatikan ke dalam dirinya disebabkan karena di dalam diri manusia itu Allah telah menciptakan sebuah mahligai yang mana di dalamnya Allah telah menanamkan rahasia-Nya sebagaimana sabda Nabi di dalam Hadis Qudsi :

بَنَيْتُ فِى جَوْفِ اِبْنِ آدَمَ قَصْرًا وَفِى الْقَصْرِ صَدْرً وَفِى الصَّدْرِ قَلْبًا وَفِى الْقَلْبِ فُؤَادً وَفِى الْفُؤَادِ شَغْافًا وَفِى الشَّغَافِ لَبًّا وَفِى لَبِّ سِرًّا وَفِى السِّرِّ أَنَا (الحديث القدسى)

Artinya: “Aku jadikan dalam rongga anak Adam itu mahligai dan dalam mahligai itu ada dada dan dalam dada itu ada hati (qalbu) namanya, dan dalam hati (qalbu) ada mata hati (fuad), dan dalam mata hati (fuad) itu ada penutup mata hati (saghaf), dan dibalik penutup mata hati (saghaf) itu ada nur/cahaya (labban), dan di dalam nur/cahaya (labban) ada rahasia (sirr) dan di dalam rahasia (sirr) itulah Aku kata Allah”. (Hadis Qudsi)


Bagaimanakah maksud hadis ini? Tanyakanlah kepada ahlinya, yaitu ahli zikir (Mursyid /Syekh), sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nahal ayat 43 :

فَاسَئَلُوْا أَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَتَعْلَمُوْنَ

Artinya: “Tanyalah kepada ahli zikrullah (Ahlus Shufi) kalau kamu benar-benar tidak tahu.”


Oleh karena itu, agar kita dapat mengenal Allah, maka kita harus mempunyai pembimbing rohani atau mursyid. Namun tidaklah ilmu pengenalah kepada Allah ini diperoleh dengan mudah begitu saja seperti mempelajari ilmu syari’at, karena ada satu syarat yang paling utama yang harus dilakukan terlebih dahulu yaitu berbai’at dengan ahlinya yaitu seorang mursyid yang kamil mukamil yang masuk dalam rantai silsilah para syeikh tarekat sufi yang bersambung-sambung sampai kepada Rasulullah SAW.

Oleh karena itu jalan satu-satunya bagi kita untuk dapat mengenal Allah adalah dengan mempelajari ilmu tarekat di bawah bimbingan seorang mursyid.


B.    ILMU HATI (ILMU THARIKOH). 

Mengapa hati memegang peran penting di dalam mengenal Allah?

Jawab : Bila kita sebut nama hati, maka hati yang dimaksud di sini bukanlah hati yang merah tua seperti hati ayam yang ada di sebelah kiri yang dekat jantung kita itu. Tetapi hati ini adalah alam ghaib yang tak dapat dilihat oleh mata dan alat panca indra karena ia termasuk alam ghaib (bersifat rohani). Tiap-tiap diri manusia memiliki hati sanubari, baik manusia awam maupun manusia wali, begitu juga para nabi dan rasul. Pada hati sanubari ini terdapat sifat-sifat jahat (penyakit hati), seperti : hasad, dengki, loba, tamak, rakus, pemarah, bengis, takbur, ria, ujub, sombong, dan lain-lain. Tetapi bilamana ia bersungguh-sungguh di dalam tarekatnya di bawah bimbingan mursyidnya, maka lambat laun hati yang kotor dan berpenyakit tadi akan bertukar bentuknya dari rupa yang hitam gelap pekat menjadi bersih putih dengan mengikuti kegiatan suluk atau khalwat secara kontinyu.

Manakala hati yang hitam tadi telah berubah menjadi putih bersih, barulah ia memberikan sinar. Hati yang putih bersih bersinar itulah yang dinamakan hati Rohani (Qalbu) atau disebut juga dengan diri yang batin.

Seumpama kita bercermin di depan kaca, maka kita tidak akan dapat melihat apa yang ada dibalik cermin selain muka kita, karena terhalang oleh cat merah yang melekat disebaliknya. Tetapi bila cat merah itu kita kikis habis, maka akan tampaklah di sebaliknya bermacam-macam dan berlapis-lapis cermin hingga sampai menembus ke alam Nur, alam Jabarut, alam Lahut, hingga alam Hadrat Hak Allah Ta’ala.

Itulah sebabnya bila kita hanya baru sebatas mengenal hati sanubari saja, maka yang kita lihat hanya diri kita saja, sebab ditahan oleh cat merah tadi, yaitu sifat-sifat jahat seperti: takabbur, ria, ujub, dengki, hasad, pemarah, loba, tamak, rakus, cinta dunia, dan berbagai penyakit hati lainnya. Tetapi bila mana cat merah itu telah terkikis habis, barulah ia akan menyaksikan alam yang lebih tinggi dan mengetahuilah ia segala rahasia termasuk dirinya dan hakikatnya dan juga alam seluruhnya dan akhirnya mengenallah ia akan Tuhannya. Itulah sebabnya para wali-wali Allah itu lahir dari para sufi yaitu orang-orang yang telah berhasil membersihkan hatinya dengan bantuan mursyidnya pada zahir sedang pada hakikatnya dengan qudrat dan iradat Allah Ta’ala. Di sinilah terletak wajibnya mengenal diri untuk jalan mengenal Allah.


C.    PENGERTIAN ILMU THORIQOH (ILMU HATI) DAN DALILNYA 


Thorikoh adalah cara/jalan/metode yang ditempuh oleh seseorang dalam menjalani syari'at islam. Dengan kata lain syariat itu aturan/hukum dan thorikoh itu praktek pelaksanaan dari hukum itu sendiri.  

Firman Alloh surat jin:16

وَأَنْ لَوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا

Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas torikoh/jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).


Berdasarkan ayat di atas bahwa fungsi maan ghodaqo (minuman air yang segar) menurut surat al anfal:11 adalah

1. Untuk mensucikan penyakit hati

2. Untuk membersihkan kotoran-kotoran setan

3. Untuk memperbaiki hati

4. Untuk memperkuat pendirian


D.    PERANAN ILMU HATI (ILMU TAREKAT) DALAM MEMBENTUK JIWA  

        MANUSIA YANG BERADAB


Hati memegang peranan penting bagi manusia. Baik dan buruknya seseorang ditentukan oleh hati sebagaimana Hadis Nabi:

...اَلاَوَاِنَّ فِى الْجَسَدِ مُدْغَةً اِذَاصَلُحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَاِذَافَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ آلآوَهِيَ الْقَلْبُ

“Ingatlah bahwa di dalam tubuh itu ada segumpal darah, bila ia telah baik maka baiklah sekalian badan.Dan bila ia rusak, maka rusaklah sekalian badan. Itulah yang dikatakan hati”.

Demikianlah pentingnya peranan hati bagi manusia, oleh sebab itu manusia wajib menjaga kesucian hatinya.

Adapun yang menjadi penyebab kotornya hati manusia itu adalah disebabkan berbagai penyakit yang terdapat padanya sebagaimana dijelaskan oleh firman Allah:

فِى قُلُوْبِهِمْ مَرَضٌ

“Di dalam hati mereka ada penyakit”. (Q.S. 2 Al-Baqarah: 10)

Ada 6666 ayat Al-Qur’an dan 6666 urat di dalam tubuh manusia, demikian halnya dengan hati manusia, ada 6666 penyakit di dalam hati manusia. Dari sekian banyak penyakit yang ada di dalam hati manusia.

Ada beberapa penyakit hati yang paling berbahaya, di antaranya: hawa nafsu, cinta dunia, loba, tamak, rakus, pemarah, pengiri, dendam, hasad, munafiq, ria, ujub, takabbur. Jadi bila tidak diobati, maka sambungan ayat mengatakan:

فَزَادَهُمُ اللهُ مَرَضًا

“Lalu ditambah Allah penyakitnya”. (Q.S. 2 Al-Baqarah: 10)

Demikianlah bahayanya apabila manusia itu tidak segera membersihkan hatinya, maka Allah akan terus menambah penyakitnya. Oleh sebab itu kewajiban pertama bagi manusia adalah terlebih dahulu ia harus mensucikan hatinya sebagaimana firman Allah:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّ

“Beruntunglah orang yang mensucikan hatinya dan mengingat Tuhan-Nya, maka didirikannya sembanhyang”. (Q.S. 87 Al-A’la: 14-15)


Dari penjelasan surah Al-A’la di ayat 14 dan 15 di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ada tiga kewajiban yang dibebankan oleh Allah kepada manusia:

1. Kewajiban Mensucikan Hati

Di dalam surah Al-A’la ayat 14 Allah menyatakan bahwa orang-orang yang telah mensucikan hatinya sesungguhnya telah memperoleh keberuntungan. Lalu dibenak kita timbul beberapa pertanyaan:

-  Apa yang dimaksud dengan hati yang bersih?

-  Bagaimana cara membersihkan hati?

-  Mengapa orang yang mensucikan hatinya disebut orang yang beruntung?

-  Apa keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah mensucikan hatinya?


Pertama, apa yang dimaksud dengan hati yang bersih? 

Yang dimaksud dengan hati yang bersih yaitu tidak ada di dalam hati itu selain Allah. Artinya seseorang yang disebut hatinya bersih adalah orang yang hatinya senantiasa berdzikir /selalu mengingat Allah. Itulah sebabnya para sufi berkata:

قَلْبُ الْمُؤْمِنِيْنَ بَيْتُ اللهُ

“Hati orang mukmin itu adalah rumah Allah”.


Kedua, bagaimana cara membersihkan hati?  Satu-satunya cara membersihkan hati yaitu dengan mempelajari ilmu hati. 

Ilmu hati ini lazim disebut dengan beberapa nama di antaranya: ilmu batin, ilmu hakikat, ilmu tarekat. 

Tujuan mempelajari ilmu hati adalah untuk mengenal Allah, sebab hati merupakan sarana yang telah ditetapkan oleh Allah untuk dapat menyaksikan-Nya sebagaimana firman Allah:

مَاكَذَبَ الْفُؤَادُ مَارَآى

“Tidak dusta apa yang telah dilihat oleh mata hati”. (Q.S. An-Najm: 11)

Jadi hanya dengan mempelajari ilmu hatilah kita baru dapat mengenal Allah. Apabila kita telah dapat mengenal Allah, barulah kita dapat mengingat-Nya. Dan mengingat Allah merupakan satu-satunya cara untuk membersihkan hati sebagaimana Hadis Nabi:

لِكُلِّ شَيْءٍ صَقَلَةٌ وَصَقَلَةُ الْقَلْبُ ذِكْرُاللهُ

“Segala sesuatu ada alat pembersihnya dan alat pembersih hati yaitu mengingat Allah”.

Firman Alloh SWT

واذكر ربك في نفسك تضرعا وخيفة ودون الجهر من القول بالغدو والآصال ولا تكن من الغافلين .

“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A`râf [7]: 205)


Ketiga, mengapa orang yang mensucikan hatinya disebut orang yang beruntung? 

Penyebab Allah menyebut orang-orang yang telah mensucikan hatinya sebagai orang-orang yang beruntung adalah disebabkan karena sesungguhnya hanya orang-orang yang telah mensucikan hatinyalah yang dapat mengenal Allah. 

Menurut al-Ghazali hati manusia berfungsi sebagai cermin yang hanya bisa menangkap cahaya ghaib (Allah) apabila tidak tertutup oleh kotoran-kotoran keduniaan. Sesungguhnya hanya orang-orang yang telah mensucikan hatinyalah yang dapat mengenal Allah dan merekalah yang disebut sebagai orang-orang yang beruntung.


Keempat, apa keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah mensucikan hatinya? 

Keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah mensucikan hatinya adalah dapat mengenal Tuhannya. Itulah sebabnya Allah berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّهَا

“Beruntunglah orang yang telah mensucikan hatinya dan merugilah orang yang telah mengotorinya”. (Q.S. 91 As-Syamsi: 9-10)

Itulah sebabnya pada ayat di atas Allah memuji orang-orang yang telah mensucikan hatinya, sebab hanya orang-orang yang telah mensucikan hatinya yang dapat mengenal Allah. Adapun orang-orang yang mengotorinya adalah orang-orang yang merugi, karena sesungguhnya orang-orang yang hatinya kotor tidak akan pernah dapat mengenal Tuhannya.


2. Kewajiban Mengingat Allah

Kewajiban yang kedua adalah mengingat Allah, sebab mustahil kita dapat mengingat Allah kalau kita belum mengenal-Nya dan mustahil kita dapat mengenal-Nya kalau kita belum pernah berjumpa. Dan mustahil kita dapat berjumpa dengan Allah tanpa terlebih dahulu menyertakan diri dan belajar kepada orang yang telah dapat beserta Allah. Itulah sebabnya Nabi memerinthakan kepada kita agar menyertakan diri kepada orang yang telah serta Allah sebagaimana sabda Nabi:

كُنْ مَعَ اللهُ وَاِنْ لَمْ تَكُنْ مَعَ اللهِ فَكُنْ مَعَ مَنْ كَانَ مَعَ اللهِ فَإِنَّهُ يُوْصِلُكَ اِلَى اللهِ

“Sertakanlah kepada Allah, apabila kamu tidak dapat beserta Allah maka sertakanlah dirimu kepada orang yang telah serta Allah, maka ia akan mengenalkan kamu kepada Allah”.


Berdasarkan Hadis di atas, maka kewajiban pertama bagi manusia adalah mencari guru (wasilah) agar ia dapat memperoleh pengenalan kepada Tuhannya. Setelah manusia itu dapat mengenal Allah maka kewajiban kedua baginya adalah mengingat Tuhan-Nya.


3. Kewajiban Mengerjakan Shalat

Shalat merupakan tiang agama yang dilaksanakan apabila kita telah melaksanakan kewajiban pertama dan kedua, sebab tujuan shalat adalah untuk mengingat-Nya sebagaimana firman Allah:

اِنَّنِى أَنَااللهُ لاَإِلَهَ اِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِى وَأَقِمِ الصَّلَوةَ لَذِكْرِى

“Sesungguhnya Aku inilah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (Q.S. 20 Thaha: 14)

Firman Allah di atas senada dengan firman Allah pada surat Al-A’la ayat 14 dan 15 yang telah diuraikan sebelumnya. Untuk mengetahui secara jelas persamaan makna yang terdapat pada kedua ayat tersebut penulis akan menguraikan kalimat perkalimat pada surat Thaha ayat 14 serta membandingkannya dengan surat Al-A’la ayat 14.

Pertama, pada bagian awal surat Thaha ayat 14 Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku ini Allah”. Bila kita menganalisis firman Allah tersebut maka dapatlah kita ketahui bahwa sesungguhnya Allah itu ingin dikenal. Firman Allah pada surat Thaha tersebut senada dengan firman Allah pada surat Al-A’la ayat 14: “Beruntunglah orang-orang yang mensucikan hatinya”. Makna beruntung pada ayat ini adalah bahwa keuntungan yang diperoleh oleh orang-orang yang mensucikan hatinya adalah dapat mengenal Allah. Bahkan bila kita analisis lebih jauh selain memiliki persamaan makna, kedua ayat tersebut juga memiliki kaitan di mana ayat yang satu berfungsi sebagai penjelas bagi yang lain. Pada surah Thaha Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku ini Allah”. Ayat tersebut mengintruksikan kepada manusia kewajiban untuk mengenal Allah. Pada surah al-A’la ayat 14 Allah berfirman: “Beruntunglah orang-orang yang mensucikan hatinya”. Pada ayat ini Allah memuji orang-orang yang mensucikan hatinya, sebab hanya orang-orang yang mensucikan hatinyalah yang dapat mengenal Allah dan merekalah yang dinyatakan Allah sebagai orang-orang yang beruntung. Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa firman Allah pada surat Thaha ayat 14 keduanya mengindikasikan bahwa kewajiban pertama bagi manusia adalah terlebih dahulu mensucikan hatinya agar ia dapat mengenal Tuhannya.

Kedua, pada bagian tengah surat Thaha Allah berfirman: “Tiada Tuhan selain Aku”. Bila kita analisis firman Allah di atas, maka dapat kita ketahui bahwa maksud yang terkandung di dalamnya adalah perintah untuk mengingat-Nya, sebab kalimat  “Tiada Tuhan selain Allah”, bermakna tidak ada yang boleh diingat selain Allah. Firman Allah pada surat al-A’la ayat 15: “Dan mengingat Tuhannya”.

Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa kewajiban yang kedua bagi manusia adalah mengingat Tuhannya.

Ketiga, pada bagian akhir surat Thaha Allah berfirman: “Sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. Bila kita analisis pada ayat di atas bahwa printah sembah datang setelah terlebih dahulu Allah memerintahkan untuk mengenal dan mengingatnya. Perintah sembah tersebut diwujudkan dengan mendirikan shalat yang tujuannya adalah untuk mengingat-Nya. Firman Allah tersebut senada dengan firman Allah pada surat al-A’la ayat 15: “Maka dirikanlah shlalat”. 

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kedua ayat tersebut sama-sama mengindikasikan bahwa shalat merupakan kewajiban ketiga.

Dari penjelasan di atas dapatlah kita ketahui mengapa para sufi menaruh perhatian besar terhadap hati (qalb) dan menempatkan shalat sebagai kewajiban ketiga. Karena sesungguhnya perintah shalat itu diterima setelah terlebih dahulu Jibril mensucikan hati Nabi Muhammad sebelum ia menghadap Allah. Sebab Allah itu tidak dapat dilihat oleh mata kepala Nabi Muhammad tetapi hanya dapat dilihat oleh mata hati Nabi Muhammad. Oleh sebab itu sebelum Nabi Muhammad berjumpa dengan Allah, terlebih dahulu Jibril mensucikan hatinya, agar nur yang ada di dalam mata hatinya itu dapat memancar, sebab dengan nur itulah Nabi Muhammad dapat menyaksikan Allah. Itulah sebabnya di dalam surah al-Isra’ ayat 1 Allah menggunakan kalimat Maha Suci, sebab Allah itu Maha Suci dan hanya dapat dilihat oleh hamba-hamba-Nya apabila mereka telah mensucikan hati mereka.

Adapun makna Jibril mensucikan hati pada hakikatnya adalah sesungguhnya Malaikat Jibril menyampaikan pengenalan kepada Allah dalam istilah ilmu tarekat lazim disebut dengan bai’at. Praktik bai’at yang diterima oleh Nabi dari gurunya Malaikat Jibril diteruskan kepada Ali ibn Abi Thalib dan praktik seperti ini terus berlanjut dari guru ke murid dalam rangkaian silsilah hingga saat ini. Praktik bai’at yang diterapkan di kalangan ahli tarekat sesungguhnya mengacu pada pola yang dilaksanakan oleh Nabi. Jadi berdasarkan tradisi bai’at inilah muncul istilah bahwa “Barangsiapa yang tidak mempunyai syekh maka gurunya adalah setan” sebab Nabi sendiri tidak dapat mengenal Allah tanpa berguru kepada Malaikat Jibril, apalagi kita sebagai manusia biasa yang hina dan dhaif yang tidak mempunyai kedudukan apa-apa di sisi Allah maka mustahil dapat mengenal Allah tanpa guru. Oleh sebab itu Nabi bersabda:

اَلْعِلْمُ عِلْمَانِ فَعِلْمُ بَطِنِ فِى قَلْبِى فَذَالِكَ هُوَ نَفِعِى

“ilmu itu ada dua macam, adapun ilmu batin yang di dalam hati itu jauh lebih bermanfaat”.

Dari penjelasan Hadis di atas dapatlah kita ketahui bahwa tidak hanya para sufi yang menaruh perhatian besar terhadap hati, bahkan Nabi sendiri lewat Hadisnya secara tegas menyatakan keutamaan ilmu hatilah manusia dapat mengenal Allah.


Alloh berfirman akibat orang yang hatinya tidak bisa berdzikir/mengingat ALLOH SWT 

فَوَيْلٌ لِلْقَسِيَةِ قُلُوْبُهُمْ مِنْ ذِكْرِاللهِ أُلَئِكَ فِى ضَلَلٍ مُّبِيْنٍ

“Maka celakalah bagi orang yang hatinya tidak dapat mengingat Allah, mereka itu dalam kesesatan yang nyata”. (Q.S. 39 az-Zumar: 22)

Demikianlah celaan Allah terhadap orang-orang yang tidak dapat mengingat-Nya, yang kesemuanya itu disebabkan karena mereka tidak mempelajari soal ilmu hati (ilmu thorikot) .

Namun kebanyakan umat Islam saat ini tidak tahu kalau mereka itu tidak tahu. Mereka menganggap bahwa amal ibadah mereka sudah sempurna, sudah diterima oleh Allah SWT, karena merasa bahwa tauhid mereka telah sempurna, padahal sesungguhnya berdasarkan ayat du atas berada dalam kesesatan yang nyata.

Sesungguhnya orang-orang yang bertauhid di sisi Allah adalah orang-orang yang telah mempelajari ilmu hati dan mengamalkannya . Sebab hanya dengan mempelajari ilmu hatilah kita baru dapat mengenal Allah. Jadi sesungguhnya orang-orang yang tidak mempelajari ilmu hati (ilmu thorikot, ilmu dzikir)  adalah orang-orang yang bertauhid di sisi manusia tetapi sesungguhnya di sisi Allah wallohu a'lam, sebab tauhid mereka hanya di lidah, namun hatinya tidak pernah menyaksikan Allah. Mereka menganggap bahwa dengan mengucap dua kalimah syahadat dan percaya dalam hati berarti telah Islam dan beriman di sisi Allah. Padahal keislaman dan keimanan mereka itu barulah sebatas percaya kepada Allah. Oleh sebab itu orang-orang yang mengabaikan atau tidak mempelajari ilmu hati (ilmu tarekat) sesungguhnya adalah orang-orang yang mengabaikan tauhid.

Dari uraian di atas dapatlah kita ketahui betapa pentingnya mempelajari ilmu hati (ilmu tarekat). Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu tauhid yang sesungguhnya adalah dengan mempelajari ilmu hati (ilmu tarekat).


E.     CARA MENSUCIKAN DAN MENJAGA KESUCIAN HATI


Mari kita berusaha menjaga kesucian hati jita,  jangan sampai kita kotori dengan dosa dan maksiat ingat lirik lagu berikut ini:

Jagalah hati jangan kau kotori

Jagalah hati lentera hidup ini

Jagalah hati jangan kau nodai

Jagalah hati cahaya ilahi

satu-satunya cara membersihkan hati yaitu dengan mempelajari ilmu hati. Ilmu hati ini lazim disebut dengan beberapa nama di antaranya: ilmu batin, ilmu hakikat, ilmu tarekat.

Hati merupakan raja bagi seluruh diri manusia dan tubuh. Perilaku dan perangai seseorang merupakan cerminan hatinya. Dari hati inilah pintu dan jalan yang dapat menghubungkan manusia dengan Allah. Dengan demikian untuk mengenal diri harus dimulai dengan mengenal hati sendiri.

Hati mempunyai dua pengertian yaitu 

1.Hati jasmani yaitu sepotong daging yang terletak di dada sebelah kiri, hati jenis ini hewan pun memilikinya 

2.Hati Ruhaniyah yaitu sesuatu yang halus yakni hati yang merasa, mengerti, mengetahui, dipinta dituntut. Dinilai dengan latifah Robaniyyah.

Para nabi terkhusus nabi Muhammad SAW mengapa semua perkataan perbuatan dan ketetapannya benar tidak pernah salah karena hati nabi Muhammad SAW suci dari penyakit hati yaitu karena hati nabi Muhammad sebelum melaksanakan kerosulannya telah disucikan oleh Allah melalui guru mursyid nya malaikat jibril yaitu berkholwat /bersuluk/melaksanakan takholi dan tahalli sehingga akhirnya tajalli. Maka nabi maksum suci dari dosa ucapan perbuatan dan hati.

Mengapa orang -orang Islam di Indonesia terkhusus umat Islam NU  mayoritas mempelajari ilmu toriqoh (ilmu hati)  karena tujuan utamanya untuk keselamatan dirinya sendiri juga untuk keselamatan bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai ini jauh dari tamak rakus iri hati dengki ujub sombong takabur sum'ah riya ghibah fitnah munafik Ingkar janji berhianat dusta hasad hasud penghayal berfikir berlebihan jahil dll. Sehingga terwujudlah kehidupan yang rahmatan lill'alamiin yaitu masyarakat yang selalu melaksanakan adab/etika dalam pergaulan di tengah tengah masyarakat yang majemuk agama suku bahasa adat istiadat dsb.

Setelah belajar ilmu hati (ilmu toriqoh) melalui bimbingan mursyid, langkah berikutnya melaksanakan suluk/kholwat /melaksanakan takholi dan tahalli sebagaimana perintah Allah dalam al-qur'an surat An-Nahl ayat 69

فَٱسْلُكِى سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا

dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).

Cara atau metode suluk masing-masing thorikoh mempunyai cara atau metode yang berbeda-beda tapi tujuannya sama yaitu bertaubat mensucikan penyakit hati agar kembali fitroh (suci) dari sifat-sifat yang dimurkai ALLOH SWT yang bertempat di tujuh lathoif.

Suluk  berarti perjalanan ruhani seorang hamba dengan tujuan untuk mendekatkan diri, memohon ampunan, dan berkehendak mendapat ridho Allah SWT . dengan melalui tahapan-tahapan penyucian jiwa (tazkaiatun – nafsi) yang dipraktekan ke dalam latihan-latihan ruhani( riadlatur-ruhaniah) secara istiqamah dan mudawamah.

Intinya tujuan suluk adalah membersihkan penyakit hati atau penyakit rohani yang ada di dalam lubuk hati yang paling dalam yang berada di tujuh lathoif atau tujuh maqom yang berada di dalam jiwa kita yaitu 

1. Maqom latifatul qolbi .berwarna kuning tak terhinggakan. Makomnya nabi adam. Letaknya Di dua jari Di bawah Susu sebelah kiri. Wilayah ini adalah istana iblis/setan yang mempunyai tugas untuk menghasut sifat buruk pada manusia agar manusia tersesat yaitu menuruti hawa nafsu hubbudun ya, sifat-sifat setan/iblis.

Penyakit hati ini harus segera diobati dengan dzikrullah supaya penyakit hati atau sifat-sifat Iblis atau sifat jelek tersebut terkikis dan lama-lama hilang /bersih kemudian berubah menjadi sifat mahmudah  /sifat yang terpuji atau sifat yang diridhoi oleh Allah yaitu tertanam nur iman, nur Islam, nur tauhid, nur hakikat dan ma'rifat sehingga terbentuk manusia yang terpuji yang di ridhoi oleh Allah, sebab ruh atau hati ruhaniyah akan selalu berdzikir atau beribadah semata -mata karena Allah SWT dimana saja dan kapan saja baik saat duduk berdiri dan berbaring 


2. Maqom lathifatur ruh berada Di dua jari bawah susu kanan berwarna merah tak terhinggakan yaitu Makomnya nabi ibrohim. Penyakit rohaninya adalah tamak rakus bakhil.

Sifat jahat tersebut harus segera diobati atau segera disucikan dengan dzikrullah supaya berubah menjadi sifat-sifat yang diridhoi oleh Allah yaitu sifat qonaah mau menerima apa yang sudah ada dan mau mensyukuri atas semua nikmat Alloh


3. Maqom latifatus sirri berada Di dua jari atas susu kiri. Berwarna putih tak terhinggakan. Wilayahnya nabi musa berasal dari angin. Penyakit rohaninya adalah iri hati dengki pemarah pembengis, penaik darah, pendendam mudah emosi

Sifat jahat Di atas sama seperti sifat binatang buas yang Suka melakukan kekejaman, penganiayaan penindasan permusuhan pendzoliman terhadap sesama Suka menyebarkan fitnah dsb

Sifat jahat tersebut harus segera Di sucikan dengan dzikrullah supaya berubah menjadi sifat-sifat yang diridhoi oleh Allah yaitu Pengasih penyayang pemaaf penyabar, baik budi pekerti Sifat keinsanan yang mendekati kesempurnaan akhlak yaitu sifat rohman dan rahim. Wama arsalnaka illa rahmatan llil'alamin


4. Maqom latifatul khofi yang berada di dua jari atas susu kanan. Warnanya hitam tak terhinggakan. Wilayahnya nabi Isa. 

Penyakitnya munafik (pendusta, Ingkar janji dan penghianat /tidak dapat di percaya)  busuk hati was-was dan cemburu buta.

Sifat jahat tersebut harus segera Di sucikan dengan  dzikrullah supaya berubah menjadi sifat-sifat yang diridhoi oleh Allah yaitu

Sidiq amanah tabligh fathonah ridlo. Pada tingkatan ini batin mencapai tingkat ma'rifat yaitu mengalami keadaan yang tidak pernah dilihat dan tidak pernah didengar oleh mata dan telinga dzohir


5.  Maqom latifatul akhfa yang terletak di tengah dada. Berwarna hijau tak terhinggakan yaitu Wilayahnya nabi Muhammad SAW.

Penyakitnya ujub sombong/takabur sum'ah riya

Sifat jahat tersebut harus segera Di sucikan dengan dzikrulloh supaya berubah menjadi sifat-sifat yang diridhoi oleh Allah yaitu Tawadhu, Ikhlas sabar khusyu 'dan tawakal


6.  Maqom latifatun nafsi natiqoh atau latifatul damak yang terletak di tengah-tengah dahi /batuk bercahaya biru /ungu. Wilayahnya nabi Nuh.

Penyakitnya berfikir berlebihan penghayal angan angan yang tinggi, Suka merencanakan yang jahat /suka berfikir yang jahat.

Sifat jahat tersebut harus segera di sucikan dengan dzikrullah supaya berubah menjadi sifat sifat yang diridhoi oleh Allah yaitu Berfikir yang seimbang dan berdzikir, berfikir yang sakinah, mawaddah warohmah aman tentram damai.


7.  Maqom latifatul jami'ul badan atau latifatul kulli jasad. penyakitnya jahil lengah dan lalai tidak mampu menggunakan sembilan lobang sesuai dengan perintah Allah dan anggota tubuh lainnya.

Sifat jahat tersebut harus segera Di sucikan dzikrullah supaya berubah menjadi sifat sifat yang diridhoi oleh Allah yaitu

Bertambah ilmu dan amal yang diridhoi oleh Allah selalu mengfungsikan sembilan lobang dan semua anggota tubuh sesuai dengan perintah Allah dalam alquran dan hadis.

Dzikir di tempat ini disebut dzikirnya aulia Allah yaitu dzikir seluruh badan, tulang belulang, kulit luar dan dalam dari ujung rambut sampai ujung kaki. 

Menghilangkan malas beribadah Karena Iblis masuk ke hati melalui seluruh bagian tubuh atau melalui sembilan lobang.

Nabi s.a.w. bersabda:

أَشَدَّ الْأَعْمَالِ ثَلَاثٌ: ذِكْرُ اللهِ تَعَالَى عَلَى كُلِّ حَالٍ وَ مُوَاسَاةُ الْأَخِ مِنْ مَالِكٍ. وَ

إِنْصَافُ الْفَقِيْرِ الْبَائِسِ مِنْ نَفْسِكَ

“Amal yang paling berat itu tiga: dzikir kepada Allah ta‘ala atas setiap keadaan, menolong saudara dari hartamu dan memenuhi hak orang muslim yang memerlukan secara penuh.”

Maksudnya dzikir kepada Allah pada setiap ruang dan waktu. Memenuhi hak orang miskin artinya menjadikan dirimu sebagai pelayan orang miskin yang baru tertimpa kesulitan.

Lalu apa saja yang bisa membuat hati itu berkarat

Rasulullah saw. bersabda:

إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ ، فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ، صُقِلَ مِنْهَا قَلْبُهُ فَإِنْ زَادَ زَادَتْ حَتَّى تَعْلُوَا قَلْبَهُ ، فَذَلِكَ الرَّانُ " قَالَ اللَّهُ تَعَالَى : كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Sesungguhnya seorang mukmin, jika ia melakukan dosa, di hatinya ada noktah hitam. Jika ia bertobat, … dan meminta ampunan (istighfar), maka hatinya akan cemerlang  kembali. Namun jika bertambah dosanya, maka bertambah pulalah noktah tersebut. Itulah yang disebut ‘ran’. Allah swt. berfirman, ‘sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’ (Q.S. al-Muthaffifin [83]: 14)”. (H.R. Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah) 


TUNTUNAN BERZIKIR

1). Dzikir Jahr/dzikir Syariat : “La Ilaha Illallah” diucapkan berulang-ulang dengan lisan sampai masuk kedalam hati sehingga lisan/mulut tak berucap lagi, rahasia dzikir ini terdiri dari 12 huruf yg sama maknanya dengan Waktu 12 jam, dzikir ini selalu dikumandangkan oleh para malaikat bumi (Malaikatul Ahyar) ketika ALLAH SWT menciptakan setiap makhlukNYA di muka bumi.

2). Dzikir Khofi/sirri/Dzikir Tarekat : “ALLAH”ALLAH”ALLAH” diucapkan berulang-ulang di dalam hati saja dengan pengosongan pikiran fana. 


Dalil perintah dzikir khofi/dzikir sirri

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ

205. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai (Q.S.Al-A'raaf :205)


Dalil perintah dzikir yang banyak 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42)

“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab: 41-42).


وَاذْكُرُوا اللهَ كَثِيرَاً لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Dan berdzikirlah pada Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah: 10)


وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35).


فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ ﴿١٥٢﴾

“Karena itu, ingatlah kamu kepadaKu niscaya Aku ingat kepadamu, dan bersyukurlah kepadaKu, dan janganlah kamu kafir kepadaKu.” (QS. Al-Baqarah[2]: 152)


أَحَبُّ الْكَلَامِ إِلَى اللَّهِ أَرْبَعٌ : سُبْحَانَ اللَّهِ ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ . لَا يَضُرُّكَ بِأَيِّهِنَّ بَدَأْتَ

“Ucapan yang paling dicintai Allah ada 4 yaitu : Subhanallah, Alhamdulillah, Laa ilaaha illallah, dan Allahu Akbar. Tidak masalah membacanya mau dimulai dari mana.” (HR. Muslim).


Ciri -ciri ulul albab (orang-orang yang berakal /orang-orang cerdas)  menurut Al-Qur'an

Al-Qur'an Surat Ali ‘Imran Ayat 190-191

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal." (QS. Ali Imran: 190)

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka." (QS. Ali Imran: 191).


Penjelasan ayat di atas

Siapakah orang yang disebut Ulul Albab (orang -orang yang cerdas/ berakal) berdasarkan surat di atas  adalah orang -orang yang hatinya senantiasa mengingat Alloh (berdzikir)  baik waktu berdiri duduk dan berbaring dan tafakur terhadap penciptaan Langit dan bumi.  Lalu mereka selalu menangkap dan memaknai setiap kejadian, peristiwa yang dialaminya selama tafakur adalah bagian dari pembelajaran dari Alloh menuju kehidupan yang yang lebih baik sebagai seorang manusia yaitu hamba yang senantiasa mengenali jati dirinya dan berjuang mencapai tujuan hidupnya. Hakikat tujuan hidup yang sebenarnya atau sejatinya adalah kembali kepada Alloh untuk kembali mengabdi atau menghambakan dirinya di hadapan ALloh dan menjadi rahmatanllil'alamiin


Demikian semoga bermanfaat

Malam Sunyi Sang Wali: Kisah, Teknik, dan Adab Khalwat

  _______________ Di balik gunung yang jauh dari hiruk-pikuk manusia, terdapat sebuah gua kecil yang hanya diketahui oleh segelintir pendudu...