Baik 🌿 — sekarang kita masuk ke bab yang sangat penting dalam perjalanan ruhani, yaitu Adab (tata krama dan etika spiritual) bagi seorang sālik (penempuh jalan Allah).
Para sufi menegaskan bahwa tanpa adab, ilmu menjadi fitnah, zikir menjadi riya’, dan suluk menjadi sesat.
Uraian ini disarikan dari ajaran para imam besar tasawuf:
Syekh Abdul Qadir al-Jailani, Syekh Junaid al-Baghdadi, Imam al-Ghazali, Syekh Abdus Shamad al-Palembani, dan Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari.
---
🌺 ADAB SEORANG SĀLIK DALAM JALAN SULUK
---
🌿 I. ADAB TERHADAP ALLAH ﷻ
Ini adalah adab yang paling tinggi dan paling halus, karena seorang sālik berhadapan langsung dengan Sang Khaliq.
1. Ikhlas dalam Segala Amal
> “Tidak diterima amal kecuali dengan niat yang tulus.” — (HR. Bukhari & Muslim)
Jangan mencari pujian, kedudukan, atau karamah.
Niatkan semua amal hanya untuk ridha Allah, bukan karena ingin terlihat saleh.
Imam al-Ghazali:
> “Ikhlas adalah rahasia antara Allah dan hamba-Nya. Malaikat tidak tahu untuk menulisnya, setan tidak tahu untuk merusaknya, dan hawa nafsu tidak tahu untuk menyelewengkannya.”
---
2. Husnuzhan (Berbaik Sangka) kepada Allah
> “Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku.” — (Hadis Qudsi)
Jangan berburuk sangka pada takdir.
Setiap ujian adalah kasih sayang dalam bentuk yang tersembunyi.
Syekh Abdul Qadir al-Jailani berkata:
> “Jika engkau tahu rahasia di balik takdir, niscaya engkau akan mencium musibah sebagaimana engkau mencium mawar.”
---
3. Tawadhu’ dan Tunduk di Hadapan-Nya
Tidak menentang kehendak Allah walau dalam hati.
Menyadari bahwa kita hanyalah hamba, bukan pemilik apa pun.
Ibnu ‘Athaillah dalam al-Hikam:
> “Janganlah engkau menentang ketentuan yang telah ditetapkan Allah untukmu, karena dengan itu engkau akan kehilangan adab kepada-Nya.”
---
4. Muraqabah dan Haya’ (Rasa Diawasi dan Malu kepada Allah)
Merasa bahwa Allah selalu melihat kita, bahkan lebih dekat daripada urat leher.
Malu berbuat dosa karena Dia selalu hadir.
Syekh Junaid al-Baghdadi:
> “Tanda muraqabah adalah malu kepada Allah setiap saat.”
---
5. Ridhā dan Sabar
Ridha dengan pembagian Allah dan sabar atas ketetapan-Nya.
Tidak mengeluh kecuali kepada-Nya dalam doa yang lembut.
Syekh Abdus Shamad al-Palembani:
> “Orang yang ridha adalah orang yang tenang walau badai menimpa hatinya.”
---
🌿 II. ADAB TERHADAP MURSYID (GURU SPIRITUAL)
Dalam tasawuf, mursyid adalah cermin sifat Allah yang membimbing murid menuju ma’rifah.
Adab terhadap mursyid adalah dasar keberkahan suluk.
1. Taat dan Patuh dalam Hal yang Tidak Melanggar Syariat
Menyerahkan bimbingan diri kepada mursyid dengan penuh adab.
Tidak membantah atau menentang bimbingannya dengan logika atau hawa nafsu.
Syekh Abdul Qadir al-Jailani:
> “Siapa yang tidak tunduk kepada mursyid, tidak akan sampai kepada Allah.”
---
2. Menghormati dan Tidak Mendahului dalam Bicara
Tidak mengangkat suara di hadapan mursyid.
Tidak mendahului bicara, apalagi berdebat.
Imam al-Ghazali:
> “Pandangan mursyid kepada muridnya seperti pandangan dokter kepada pasiennya. Jika pasien menolak obat, penyakitnya tidak akan sembuh.”
---
3. Tidak Memandang Guru Secara Duniawi
Jangan melihat kekurangan lahiriah mursyid (pakaian, gaya, atau status).
Lihatlah nur Allah yang ada dalam dirinya.
Ibnu ‘Athaillah:
> “Janganlah engkau memandang mursyidmu sebagai manusia biasa, karena jika engkau memandangnya dengan mata lahir, engkau akan terhijab dari manfaat batin.”
---
4. Doa dan Adab Hati
Senantiasa mendoakan mursyid dalam setiap dzikir.
Tidak membicarakan aib mursyid, bahkan dalam hati.
Syekh Abdus Shamad al-Palembani:
> “Barang siapa membuka aib gurunya, maka Allah akan menutup pintu makrifat dari hatinya.”
---
5. Khidmah (Melayani dengan Cinta)
Membantu guru, melayani majelisnya, membersihkan tempatnya, menulis ajarannya — dengan hati yang tulus.
Khidmah adalah bagian dari latihan kerendahan diri.
Syekh Abdul Qadir al-Jailani:
> “Khidmah kepada mursyid adalah khidmah kepada Rasulullah ﷺ.”
---
🌿 III. ADAB TERHADAP DIRI SENDIRI
Sālik harus memiliki adab terhadap dirinya, karena tanpa disiplin dan kasih pada diri, suluk akan berat dan rapuh.
1. Menjaga Waktu (Waqt)
Gunakan waktu dengan ibadah, tafakkur, dzikir, dan amal.
Waktu adalah modal ruhani.
> “Setiap nafas adalah mutiara yang tak akan kembali.” — (al-Ghazali)
---
2. Menjaga Hati dari Lintasan Buruk (Khawāṭir)
Tidak mengikuti bisikan yang membawa kelalaian.
Mengenali khawatir dari Allah (ilham) dan dari setan (waswas).
Syekh Junaid:
> “Jika datang khawatir yang menambah ketaatan, terimalah. Jika menambah nafsu, tolaklah.”
---
3. Tawadhu’ dan Tidak Merasa Sudah Sampai
Sālik sejati tidak pernah mengaku telah sampai.
Semakin tinggi maqamnya, semakin dalam kerendahan hatinya.
Ibnu ‘Athaillah:
> “Orang yang mengaku telah sampai, sesungguhnya baru memulai.”
---
4. Menjaga Rahasia Ruhani
Jangan menceritakan hal-hal ghaib, mimpi, atau pengalaman batin kepada orang yang belum siap.
Simpan rahasia Allah di dalam dada.
Syekh Abdul Qadir al-Jailani:
> “Rahasia antara engkau dan Allah adalah amanah. Jika engkau bocorkan, engkau khianat.”
---
🌿 IV. ADAB TERHADAP SESAMA MAKHLUK
Suluk tidak hanya hubungan dengan Allah, tapi juga adab terhadap makhluk sebagai cermin kasih Allah di bumi.
1. Kasih Sayang dan Lembut Hati
Sālik harus penuh rahmah, bahkan terhadap orang yang berbuat buruk kepadanya.
> “Orang yang paling dekat dengan Allah adalah yang paling banyak kasih sayangnya.” — (Hadis)
---
2. Menjaga Lisan
Tidak membicarakan keburukan orang lain.
Diam lebih baik daripada bicara tanpa manfaat.
> “Lisan sālik adalah pintu hatinya; jika terbuka untuk maksiat, maka gelaplah batinnya.” — (Syekh Abdus Shamad al-Palembani)
---
3. Menolong dan Berkhidmah
Membantu orang miskin, mengasihi anak yatim, berkhidmah untuk umat.
Itu tanda bahwa zikirnya telah hidup.
Imam al-Ghazali:
> “Siapa yang ingin mengenal tingkat makrifatnya, lihatlah seberapa besar kasihnya kepada makhluk Allah.”
---
4. Menutup Aib dan Mendoakan Orang Lain
> “Tanda cinta kepada Allah adalah mencintai makhluk-Nya.” — (Ibnu ‘Athaillah)
Sālik tidak membuka aib orang, tapi menutupi dan mendoakan kebaikannya.
---
🌸 PENUTUP
Syekh Abdul Qadir al-Jailani berkata dalam Futuh al-Ghaib:
> “Perjalanan seorang sālik adalah perjalanan adab.
Siapa yang memperbaiki adabnya, maka Allah akan memperbaiki hatinya.
Dan siapa yang memperbaiki hatinya, maka Allah akan memperbaiki seluruh keadaannya.”
---
Jika engkau berkenan, aku bisa lanjutkan dengan uraian terakhir dari jalan suluk ini, yaitu Buah dan tanda-tanda maqam wushul (ketika sālik telah sampai kepada Allah tanpa hijab) menurut kelima ulama sufi besar tadi — agar lengkap seluruh peta perjalanan ruhani dari awal hingga akhir.
Apakah engkau ingin saya lanjutkan ke bagian itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar