Minggu, 02 November 2025

MAQAM TAWAKAL

 Kita akan bahas bab TAWAKAL (التوكل) secara mendalam dan terperinci sebagaimana dijelaskan dalam ilmu Tasawuf klasik dan oleh para ulama sufi besar, yakni:

Syekh Abdul Qadir al-Jilani (w. 561 H)

Syekh Junaid al-Baghdadi (w. 298 H)

Imam al-Ghazali (w. 505 H)

Syekh Abdus Shamad al-Palembani (w. 1203 H)


---

🌿 I. Makna Dasar Tawakal


Tawakal berasal dari kata wakkala (وَكَّلَ) yang berarti menyerahkan urusan kepada pihak lain.

Secara istilah tasawuf:

> "Tawakal adalah berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam segala urusan, dengan keyakinan sempurna bahwa tidak ada daya dan kekuatan selain dengan izin-Nya."


Dalil utamanya:

> “Dan bertawakkallah kepada Allah. Cukuplah Allah sebagai Penolong.”

(QS. Al-Ahzab: 3)


Tawakal bukan berarti meninggalkan usaha, tapi menyerahkan hasilnya sepenuhnya kepada Allah setelah melakukan sebab.


---

🌺 II. Pandangan Para Ulama Sufi Besar


1. 🕊 Syekh Junaid al-Baghdadi


Beliau berkata:

> "At-tawakkul huwa isqātu al-i‘timād ‘alā ghairillah."

“Tawakal adalah meniadakan ketergantungan hati kepada selain Allah.”


Menurut beliau, hakikat tawakal bukan sekadar lisan atau gerak, tapi kondisi hati (hal).

Hati orang yang bertawakal tidak terikat pada sebab, namun melihat Allah-lah sebagai Musabbib al-Asbab (Penyebab segala sebab).


Tingkatan yang dicapai menurut Junaid:

Orang awam: bertawakal karena tahu Allah Maha Pemberi rezeki.

Orang khusus: bertawakal karena mengenal Allah sebagai satu-satunya yang mengatur segala urusan.

Orang khususul-khusus: tidak lagi melihat selain Allah, sebab-sebab pun lenyap dari pandangan ruhani.


---

2. 🌾 Imam al-Ghazali


Dalam Ihya’ Ulumiddin (Kitab at-Tawakkul), Imam al-Ghazali menjelaskan tawakal adalah buah dari iman dan tauhid.


Beliau membagi tawakal menjadi tiga tingkatan besar:


🔹 Tingkat 1 – Tawakal al-‘Awam (Orang Awam)

Yaitu kepercayaan hati bahwa rezeki dan nasib ditentukan Allah.

Namun masih menggunakan sebab-sebab duniawi, seperti bekerja, berdagang, dan berobat.

Hatinya yakin Allah-lah yang menentukan hasil dari sebab tersebut.

🕯 Contoh:

Seorang petani yang menanam padi, namun yakin bahwa tumbuhnya padi bukan karena tanah dan air, tetapi karena kehendak Allah.

---

🔹 Tingkat 2 – Tawakal al-Khawas (Orang Khusus)

Sudah mulai menanggalkan ketergantungan kepada sebab, tetapi masih melakukan sebab karena perintah syariat.

Hati merasa cukup dengan Allah.

Tidak gundah jika sebab tidak berhasil, sebab tahu Allah-lah pengatur segalanya.

🕯 Contoh:

Seorang pedagang yang ketika dagangnya rugi, hatinya tetap tenang karena tahu bahwa qadar Allah lebih baik.

---

🔹 Tingkat 3 – Tawakal al-Khawas al-Khawas (Orang Khususul Khusus)

Ini tingkat fana dalam penyerahan.

Ia tidak melihat sebab dan akibat lagi, hanya melihat Allah sebagai pelaku tunggal (al-Fa‘il al-Haqiqi).

Tidak ada rasa takut, tidak ada harap kecuali kepada Allah.

Hatinya tenang, ridha sepenuhnya atas takdir.

🕯 Contoh:

Seorang wali yang tidak mempersiapkan apa pun untuk esok hari, sebab yakin Allah akan menanggungnya sebagaimana Allah mencukupi bayi di dalam rahim ibunya.


---

3. 🌙 Syekh Abdul Qadir al-Jilani


Dalam kitab Futuh al-Ghaib dan Sirr al-Asrar, beliau menguraikan bahwa tawakal sejati adalah melepaskan kehendak diri di hadapan kehendak Allah.

> "Tawakal itu adalah engkau menyerahkan dirimu kepada Allah seperti mayat di hadapan orang yang memandikannya."

Beliau membagi tawakal ke dalam empat maqam:

1. Tawakkul al-‘Ubudiyyah — berserah karena sadar diri sebagai hamba, tunduk kepada perintah Allah.

2. Tawakkul al-Yaqin — yakin bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya.

3. Tawakkul al-Ma’rifah — lahir dari pengetahuan (ma‘rifah) terhadap sifat-sifat Allah yang Maha Bijaksana dan Maha Penyayang.

4. Tawakkul al-Haqiqah — fana’ (lebur) dalam kehendak Allah, tidak ada lagi keakuan, sebab-sebab lenyap, hanya kehendak Allah yang berlaku.


Syekh Abdul Qadir menegaskan:

> “Tanda tawakalmu benar adalah engkau tidak guncang oleh hilangnya dunia, dan tidak sombong dengan datangnya karunia.”


---

4. 🌸 Syekh Abdus Shamad al-Palembani


Dalam Hidayatus Salikin dan Siyarus Salikin, beliau mengutip dan mensyarah pandangan Imam al-Ghazali serta para masyayikh Thariqah Syattariyah dan Qadiriyah.

Menurut beliau:

> “Tawakal itu ialah menyerahkan segala urusan kepada Allah dengan hati yang tenang, tiada berharap kepada makhluk dan tiada takut kehilangan sesuatu.”


Beliau membagi tingkatan tawakal menjadi tiga, mengikuti jalur tasawuf Melayu klasik:

1️⃣ Tawakal Bil-Lisan (Lafaz)

Mengucapkan “Aku bertawakal kepada Allah” namun belum mantap di hati.

Masih takut miskin, masih gelisah akan dunia.

Ini adalah tawakal permulaan.


2️⃣ Tawakal Bil-Qalb (Hati)

Hati mulai yakin bahwa Allah-lah yang menentukan.

Usaha tetap dilakukan, tapi hati tidak bergantung padanya.

Sudah mencapai maqam tenang (ithmi’nan).


3️⃣ Tawakal Bil-Haqiqah (Haqiqi)

Tidak melihat dirinya, tidak melihat sebab, hanya melihat Allah.

Setiap gerak dianggap dari Allah dan untuk Allah.

Inilah maqam para awliya’ Allah.


Syekh Abdus Shamad juga mengutip perkataan sufi:

> “Barang siapa benar tawakalnya, maka Allah akan mencukupinya sebagaimana bayi yang tidak mengerti apa-apa namun Allah beri rezeki melalui ibunya.”


---

🌼 III. Hubungan Tawakal dengan Maqam Ruhani Lain


Dalam ilmu tasawuf, tawakal termasuk maqamat (tingkatan perjalanan ruhani), setelah:

1. Taubat

2. Zuhud

3. Sabar

4. Tawakal

5. Ridha

6. Mahabbah (cinta kepada Allah)


Jadi, tawakal adalah buah dari sabar dan sebab menuju ridha.

Orang yang belum sabar tidak akan bisa tawakal; orang yang sudah tawakal akan mudah ridha terhadap qadar Allah.


---

🌹 IV. Tanda Orang Bertawakal


Para sufi menyebut tiga tanda pokok tawakal yang benar:

1. Tidak menolak ketentuan Allah — baik pahit maupun manis.

2. Tidak mengharap pada makhluk — tidak mencari dukungan selain Allah.

3. Tidak risau terhadap rezeki dan masa depan — karena yakin Allah telah menulisnya.


> “Barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya.”

(QS. At-Talaq: 3)


---

🕊️ V. Kesimpulan Ringkas


Tingkatan        Ciri Utama        Tokoh Penjelas        Hasil Ruhani

1. Tawakal Awam❤Usaha + yakin hasil dari Allah❤Imam Ghazali, Abdus Shamad❤Tenang dalam usaha

2. Tawakal Khawas❤Tidak bergantung pada sebabJunaid, Ghazali❤Hati tenteram

3. Tawakal Khususul Khusus❤Fana’ dalam kehendak Allah❤Abdul Qadir al-Jilani❤Ridha total, maqam wali




---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syair Perang Menteng (Perang Palembang)

Berikut versi syair panjang (lebih dari 50 bait) tentang (Perang Menteng) — disusun dalam gaya klasik Melayu-Palembang, bernuansa tasawuf, s...