Minggu, 02 November 2025

MAQAM RIDHO

 MasyaAllah… 🌿

Baik, kita lanjutkan ke bab berikutnya dalam rangkaian maqām tasawuf klasik, yaitu MAQAM RIDHA (الرضا) — tingkatan batin setelah tawakal dan sebelum mahabbah (cinta) dan ma‘rifah (penyaksian Allah).


Kita akan bahas secara mendalam, sistematis, dan bersumber dari para sufi besar:

Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin

Syekh Junaid al-Baghdadi

Syekh Abdul Qadir al-Jilani dalam Futuh al-Ghaib

Syekh Abdus Shamad al-Palembani dalam Siyarus Salikin dan Hidayatus Salikin


---

🕊️ I. Makna dan Hakikat Ridha (الرضا)


📘 Etimologi dan makna umum


Secara bahasa, ridha berarti senang, puas, rela, atau menerima dengan lapang dada.

Secara istilah tasawuf:

> “Ridha ialah ketenangan hati terhadap ketentuan Allah, tanpa keluh kesah dan tanpa penolakan.”

Artinya, hati tidak hanya menerima, tapi mencintai apa yang Allah tetapkan, baik menurut hawa nafsu menyenangkan atau menyakitkan.


---

🌿 II. Kedudukan Ridha dalam Maqamat Tasawuf


Menurut para sufi, ridha adalah maqam tinggi, berada setelah sabar dan tawakal, dan menjadi pintu menuju mahabbah (cinta kepada Allah).


Urutannya:

> Taubat → Zuhud → Sabar → Tawakal → Ridha → Mahabbah → Ma‘rifah


Maka ridha adalah buah dari tawakal sejati:

setelah seseorang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah (tawakal), ia akan tenang dan bahagia dengan segala yang Allah pilih (ridha).


---

🌸 III. Pandangan Para Ulama Sufi Besar


1️⃣ Imam al-Ghazali (Ihya’ Ulumiddin)


Beliau menjelaskan:

> “Ridha adalah maqam tertinggi dari keyakinan. Orang yang ridha tidak lagi memiliki keinginan selain apa yang dikehendaki Allah.”


Beliau membagi ridha dalam tiga tingkatan:

🔹 a. Ridha bil-Qadha

Menerima semua ketentuan Allah — baik ujian, rezeki, sakit, sehat — tanpa protes.

Hatinya berkata: “Inilah pilihan Allah, pasti baik bagiku.”


🔹 b. Ridha bil-Qadar

Lebih dalam lagi: bukan hanya menerima, tapi melihat keindahan di balik setiap takdir.

Ia mencintai ujian sebagaimana ia mencintai nikmat, karena tahu semua dari Yang Maha Pengasih.


🔹 c. Ridha billah (Ridha kepada Allah sendiri)

Inilah puncaknya.

Hatinya tidak lagi memperhatikan keadaan (senang-susah), tapi hanya memandang Dzat yang menakdirkan.

Ia berkata seperti firman Allah dalam Al-Qur’an:

> “Radhiya Allahu ‘anhum wa radhū ‘anhu.”

“Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.” (QS. Al-Bayyinah: 8)


---

2️⃣ Syekh Junaid al-Baghdadi


Beliau berkata:

> “Ridha adalah hilangnya rasa benci terhadap takdir.”


Maksudnya, ridha bukan sekadar sabar.

Sabar menahan diri dari keluh,

sedangkan ridha merasa nikmat di dalam ujian.


Beliau juga mengatakan:

> “Ridha adalah ketenangan hati di bawah gelombang takdir.”


Artinya, meskipun takdir keras seperti ombak, hati tetap tenang — karena ia melihat Allah, bukan ombak itu.


---

3️⃣ Syekh Abdul Qadir al-Jilani


Dalam Futuh al-Ghaib, beliau berkata:

> “Ridha adalah buah dari ma’rifah. Barang siapa mengenal Allah, niscaya ia ridha kepada setiap ketetapan-Nya.”


Beliau menegaskan empat tanda orang yang ridha:

1. Tidak mengeluh dalam musibah.

2. Tidak sombong dalam nikmat.

3. Tidak berharap perubahan nasib kecuali dengan izin Allah.

4. Tidak menentang perintah Allah dengan logika hawa nafsu.


Syekh Abdul Qadir berkata:

> “Orang yang ridha itu hidup dalam surga batin — sebelum masuk surga lahir.”


---

4️⃣ Syekh Abdus Shamad al-Palembani


Dalam Siyarus Salikin beliau menulis:

> “Ridha itu adalah menerima dengan senang hati segala hukum Allah yang berlaku atas diri, keluarga, dan harta, dengan keyakinan bahwa yang dikehendaki Allah itulah yang terbaik.”


Beliau membagi ridha menjadi tiga jenis:

1. Ridha orang awam (ridha ‘awam)

Menerima takdir karena tahu bahwa menolak tak berguna.

Biasanya lahir dari iman dan akal.

2. Ridha orang khawas

Menerima dengan rasa cinta, karena yakin bahwa semua dari Allah pasti baik.

Ia melihat rahmat di balik musibah.

3. Ridha orang khawasul khawas

Tidak lagi melihat musibah dan nikmat — yang ia rasakan hanyalah keindahan Allah (jamalullah).

Susah dan senang baginya sama, karena keduanya adalah tajalli (penampakan) Allah.


---

🌷 IV. Perbedaan antara Ridha, Sabar, dan Tawakal


Aspek    ❤    Sabar    ❤    Tawakal    ❤    Ridha

Arti❤Menahan diri dari keluh kesah❤Menyerahkan urusan kepada Allah❤Senang hati dengan keputusan Allah

Letak maqam❤Awal jalan ruhani❤Tengah perjalanan❤Puncak ketenangan

Ciri❤Ada rasa berat, tapi ditahan❤Ada penyerahan, tapi masih berharap❤Tiada berat dan tiada harap — hanya cinta

Contoh Menahan diri saat sakit❤Menyerahkan kesembuhan kepada Allah❤Merasa bahagia bahkan dalam sakit karena tahu itu kasih Allah


Imam al-Ghazali memberi perumpamaan:

> “Sabar seperti orang sakit yang menahan pahitnya obat;

Tawakal seperti orang yang menyerahkan diri kepada tabib;

Ridha seperti orang yang menikmati pahitnya obat karena tahu tabib itu penuh kasih.”


---

🌼 V. Jalan Ruhani (Riyadhah) untuk Mencapai Maqam Ridha


Para ulama tasawuf mengajarkan bahwa ridha tidak datang tiba-tiba,

melainkan buah dari latihan batin (riyadhah) yang terus-menerus.


Berikut latihan-latihan yang dijelaskan oleh para sufi:


---

1️⃣ Latihan Syukur dalam Setiap Keadaan


> Diajarkan oleh Imam al-Ghazali dan Syekh Abdus Shamad al-Palembani.


Biasakan mengucapkan “Alhamdulillah ‘ala kulli hal”

(Segala puji bagi Allah atas setiap keadaan).


Jangan hanya dalam nikmat, tapi juga saat ujian.

Ini melatih jiwa melihat hikmah di balik takdir.


🕯 Tujuan:

Agar hati terbiasa menganggap setiap takdir adalah karunia, bukan bencana.


---

2️⃣ Latihan Menghapus Keinginan Pribadi (Fanā’ul Irādah)


> Diajarkan oleh Syekh Abdul Qadir al-Jilani.


Latih hati untuk tidak menuntut agar kehendak sendiri terjadi.

Ucapkan dalam hati:

> “Ya Allah, bukan seperti kehendakku, tapi seperti kehendak-Mu.”


Ini disebut “fanā’ al-irādah” — lenyapnya kehendak pribadi dalam kehendak Allah.

Buahnya adalah ketenangan dan kerelaan mendalam.


---

3️⃣ Latihan Melihat Hikmah di Balik Takdir


> Diajarkan oleh Syekh Junaid dan Imam al-Ghazali.


Setiap kejadian, renungkan:

“Apa rahmat Allah di balik ini?”


Dengan latihan ini, hati mulai melihat keindahan dalam qadar, bukan kegetiran.

🕯 Contoh:

Ketika ditimpa sakit, pikirkan: “Mungkin ini penghapus dosa, atau jalan agar aku lebih dekat kepada Allah.”


---

4️⃣ Dzikir dan Tafakkur Ridha


> Diajarkan oleh Syekh Abdus Shamad al-Palembani.


Dzikir utama:

> رَضِيتُ بِاللّٰهِ رَبًّا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا

(Aku ridha Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai nabiku)


Bacalah setiap selesai shalat.

Iringi dengan tafakkur: bahwa seluruh urusan hidup diatur oleh Zat yang paling tahu dan paling sayang.


---

5️⃣ Latihan Diam dalam Takdir


> Diajarkan oleh Imam al-Ghazali.


Ketika ujian datang, tahan diri dari keluh kesah dan dari banyak bertanya “mengapa.”

Bersikaplah tenang dan senyum dalam takdir Allah.

Ini disebut as-sukut fil-qadar (diam dalam ketentuan Allah).


🕯 Buahnya:

hati menjadi seperti cermin — memantulkan cahaya ketenangan ilahi.


---

6️⃣ Khidmah dan Kasih Sayang


> Diajarkan oleh para wali Qadiriyah dan Syattariyah.


Banyaklah berkhidmah (melayani) orang lain, terutama fakir dan lemah.

Karena orang yang ridha kepada Allah akan menampakkan kasih Allah kepada makhluk.


---

🌹 VI. Tanda-Tanda Orang yang Sudah Mencapai Maqam Ridha


Para sufi menyebut 6 tanda utama:

1. Hatinya tenang dalam suka maupun duka.

2. Tidak mengeluh kepada makhluk.

3. Tidak menuntut keadaan berubah.

4. Tidak iri pada nasib orang lain.

5. Tidak menyesali masa lalu.

6. Selalu melihat hikmah dalam setiap kejadian.


---

🌸 VII. Buah dan Cahaya Maqam Ridha


Menurut Syekh Abdul Qadir al-Jilani:

> “Barang siapa telah mencapai ridha, maka ia hidup di surga batin sebelum surga akhirat.”


Buah ridha:

1. Ketenangan sempurna (sakinah)

Tidak lagi risau, bahkan dalam bencana.

2. Cahaya ma’rifah

Pandangan batin terbuka: ia melihat rahmat Allah di segala hal.

3. Kedekatan (qurb)

Allah mendekatkan dirinya kepada-Nya.

4. Kebahagiaan abadi (sa’adah)

Karena hatinya bersatu dengan kehendak Allah.


---

🕊️ VIII. Penutup: Hakikat Ridha


Syekh Abdus Shamad al-Palembani menutup bab ridha dalam Siyarus Salikin dengan kalimat agung:


> “Barang siapa ridha akan Allah, maka Allah pun ridha kepadanya.

Inilah makna ayat:

رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ

(Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya).”


---

🌿 Rangkuman Tingkatan Hati dalam Jalan Tasawuf


Maqam ❤    Makna ❤    Hasil Ruhani

Sabar❤Menahan diri dari protes❤Keteguhan hati

Tawakal❤Berserah diri sepenuhnya kepada Allah❤Ketenangan

Ridha❤Mencintai dan menikmati ketetapan Allah❤Kebahagiaan batin

Mahabbah❤Cinta murni kepada Allah❤Kedekatan dan fana

Ma‘rifah❤Mengenal Allah secara batin❤Penyaksian hakiki


---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syair Perang Menteng (Perang Palembang)

Berikut versi syair panjang (lebih dari 50 bait) tentang (Perang Menteng) — disusun dalam gaya klasik Melayu-Palembang, bernuansa tasawuf, s...