Kita lanjutkan ke bab agung dan paling lembut dalam jalan Tasawuf, yaitu MAQĀM MAḤABBAH (مقام المحبة) — maqam cinta kepada Allah — yang merupakan puncak perjalanan ruhani para salik (penempuh jalan Allah) setelah melewati sabar, tawakal, dan ridha.
Bab ini adalah inti tasawuf, sebab seluruh maqam sebelumnya hanyalah tangga menuju cinta Ilahi.
---
🕊️ I. Makna dan Hakikat Mahabbah (Cinta kepada Allah)
Secara bahasa, mahabbah berasal dari kata ḥubb (حب) yang berarti kasih, cinta, atau kecenderungan hati kepada sesuatu yang dicintai.
Secara istilah para sufi:
> "Mahabbah adalah kecenderungan hati yang sempurna kepada Allah karena menyaksikan keindahan-Nya dan menyadari nikmat-Nya."
Cinta kepada Allah bukanlah perasaan emosional, tetapi penyerahan seluruh hati, akal, dan ruh untuk Allah semata.
---
🌿 II. Kedudukan Mahabbah dalam Tasawuf
Para sufi menempatkan mahabbah sebagai maqam tertinggi sebelum ma‘rifah (penyaksian hakikat Allah).
Urutannya:
> Taubat → Zuhud → Sabar → Tawakal → Ridha → Mahabbah → Ma‘rifah
Artinya, cinta adalah buah dari ridha dan pintu menuju ma‘rifah.
---
🌸 III. Dalil dan Dasar Cinta kepada Allah
💠 Al-Qur’an
> “Dan orang-orang yang beriman itu sangat cinta kepada Allah.”
(QS. Al-Baqarah: 165)
> “Katakanlah: Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku (Nabi Muhammad), niscaya Allah mencintai kalian.”
(QS. Ali Imran: 31)
💠 Hadis Nabi ﷺ
> “Seseorang akan bersama dengan yang dicintainya.”
(HR. Bukhari & Muslim)
> “Tiga perkara yang jika ada pada seseorang, ia akan merasakan manisnya iman:
(1) Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada selain keduanya...”
(HR. Bukhari)
---
🌾 IV. Pandangan Para Ulama dan Sufi Besar
1️⃣ Imam al-Ghazali (Ihya’ Ulumiddin)
Beliau menulis bahwa cinta kepada Allah tumbuh dari ma‘rifah (pengenalan akan Allah):
> “Barang siapa mengenal Allah, niscaya ia mencintai-Nya.
Sebab, tidak ada sesuatu pun yang lebih indah, lebih mulia, dan lebih sempurna dari Allah.”
Menurut Imam al-Ghazali, mahabbah memiliki tiga tingkatan:
🔹 a. Mahabbah al-‘Ubudiyyah
Cinta seorang hamba kepada Tuhannya karena nikmat dan kebaikan-Nya.
Ia mencintai Allah sebagaimana seorang hamba mencintai majikannya yang penuh kasih.
Dasarnya: rasa syukur.
🔹 b. Mahabbah al-Ikhlas
Cinta bukan karena nikmat, tapi karena kesempurnaan sifat Allah.
Ia mencintai Allah bukan karena harap surga atau takut neraka, tapi karena Allah layak dicintai.
🔹 c. Mahabbah al-Fana’
Cinta tertinggi: hancurnya kesadaran diri dalam keindahan Allah.
Tidak lagi ada “aku mencintai Allah,” karena yang tinggal hanyalah Cinta itu sendiri.
Inilah yang disebut fana’ fil-mahabbah.
---
2️⃣ Syekh Junaid al-Baghdadi
Beliau mendefinisikan cinta secara halus:
> “Mahabbah ialah fana’ sang pecinta dalam kehendak Sang Kekasih.”
Dan beliau berkata:
> “Cinta adalah keadaan di mana engkau tidak lagi mencintai dirimu sendiri.”
Menurut Junaid, tanda cinta sejati ialah ketundukan sempurna kepada kehendak Allah —
tidak menentang, tidak memilih, hanya mengikuti dengan cinta.
---
3️⃣ Syekh Abdul Qadir al-Jilani
Dalam Futuh al-Ghaib, beliau berkata:
> “Mahabbah itu adalah api yang membakar hati dari segala selain Allah.”
Artinya, bila cinta Allah telah memenuhi hati, maka semua cinta dunia akan hangus,
tinggal hanya Allah yang dicintai, diingat, dan dituju.
Beliau membagi cinta kepada Allah menjadi empat tanda:
1. Cinta kepada ketaatan, karena taat itu jalan menuju kekasih.
2. Cinta kepada dzikir, karena dzikir adalah berbicara dengan-Nya.
3. Cinta kepada kesendirian, karena di sanalah ia merasakan kedekatan.
4. Cinta kepada musibah, karena musibah datang dari Kekasih.
---
4️⃣ Rabi‘ah al-‘Adawiyah (sufi perempuan agung, w. 185 H)
Beliau adalah simbol mahabbah ilahiyyah yang murni.
Doanya sangat terkenal:
> “Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya.
Jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga, haramkanlah surga itu bagiku.
Tetapi jika aku menyembah-Mu karena cinta kepada-Mu, maka janganlah Kau sembunyikan wajah-Mu dariku.”
Cinta Rabi‘ah adalah cinta tanpa syarat — bukan cinta karena harap dan takut, tetapi karena Allah semata.
---
5️⃣ Syekh Abdus Shamad al-Palembani
Dalam Siyarus Salikin, beliau menulis:
> “Mahabbah itu ialah cinta yang membuahkan ketaatan tanpa pamrih.
Barang siapa mencintai Allah, niscaya tiada ia durhaka kepada-Nya.”
Beliau mengutip dari ulama sufi sebelumnya:
> “Tanda cinta kepada Allah adalah banyaknya dzikir dan sedikitnya kelalaian.”
Dan beliau membagi cinta kepada Allah dalam tiga tingkatan:
1. Cinta karena nikmat-Nya (mahabbah ni‘amiyyah)
– Dasar cinta orang awam.
2. Cinta karena keindahan sifat-Nya (mahabbah sifatiyyah)
– Dasar cinta orang khusus.
3. Cinta karena Dzat-Nya semata (mahabbah dzatiyyah)
– Cinta para wali dan arif billah.
---
🌷 V. Tanda-tanda Orang yang Mencintai Allah
Para sufi sepakat bahwa cinta sejati memiliki buah-buah nyata dalam akhlak dan ibadah.
Berikut tanda-tandanya:
1. Banyak berdzikir – karena hati yang cinta selalu ingin mengingat.
2. Taat kepada perintah Allah – cinta menimbulkan ketaatan.
3. Rindu bertemu Allah (liqa’ Allah).
4. Tidak gembira dengan dunia, tidak sedih karenanya.
5. Lembut hati terhadap makhluk.
6. Menyukai khalwat (menyepi untuk mengingat Allah).
7. Merasakan manisnya ibadah dan pahitnya maksiat.
Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
> “Barang siapa ridha kepada Allah sebagai Tuhannya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai Nabinya, maka ia telah merasakan manisnya iman.”
(HR. Muslim)
---
🌼 VI. Riyadhah (Latihan Ruhani) Menuju Maqam Mahabbah
Cinta kepada Allah tidak muncul sekaligus, melainkan tumbuh melalui riyadhah (latihan batin) yang teratur.
Berikut metode latihan yang diajarkan para sufi besar:
---
🕋 1️⃣ Bersihkan Hati dari Cinta Dunia (Takhalli)
> “Tidak akan masuk cinta Allah ke hati yang masih mencintai dunia.” — (Syekh Abdul Qadir al-Jilani)
Langkah awal: kurangi keterikatan pada harta, pujian, dan ego.
Latih hati dengan zuhud (menyadari kefanaan dunia).
---
🌾 2️⃣ Isi Hati dengan Dzikir dan Shalat Malam (Tahalli)
Cinta tumbuh dari perjumpaan dengan Allah melalui dzikir dan munajat malam.
Dzikir:
> اللَّهُ حَبِيبِي – Allah kekasihku.
حَسْبِيَ اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
Lakukan tahajud dengan perenungan, menangis karena rindu, bukan takut semata.
---
🌙 3️⃣ Renungkan Nikmat dan Keindahan Allah (Tafakkur)
> “Barang siapa mengenal Allah, niscaya ia mencintai-Nya.” — (al-Ghazali)
Renungkan:
bagaimana Allah memberi tanpa kau minta,
mengampuni walau kau lalai,
mencintaimu sejak kau belum mengenal-Nya.
Tafakkur menumbuhkan cinta yang mendalam.
---
🌺 4️⃣ Ikut Sunnah Nabi ﷺ (Mutaba‘ah)
Dalilnya jelas:
> “Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku (Nabi Muhammad), niscaya Allah mencintai kalian.”
(QS. Ali Imran: 31)
Cinta kepada Allah tak terpisah dari cinta kepada Rasulullah ﷺ.
Rasulullah adalah cermin cinta Allah di dunia.
Maka, banyak bershalawat dan meniru akhlak beliau adalah bukti cinta sejati.
---
🌸 5️⃣ Menyebarkan Rahmat
Cinta kepada Allah menumbuhkan rahmah (kasih sayang) kepada makhluk.
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Ar-Rahimuna yarhamuhumur-Rahman”
(Orang yang penyayang akan disayangi oleh Ar-Rahman)
Maka orang yang benar cintanya kepada Allah akan menjadi sumber kasih di bumi.
---
🌹 VII. Buah Ruhani dari Maqam Mahabbah
Menurut para sufi, cinta kepada Allah melahirkan buah-buah berikut:
1. Uns billah (rasa akrab dengan Allah)
Tidak merasa sepi walau sendirian, karena Allah selalu bersama.
2. Syauq (kerinduan)
Rindu untuk selalu berjumpa dengan Allah dalam ibadah dan akhirnya di akhirat.
3. Fana’ fil-mahabbah
Hancurnya kesadaran diri dalam cinta Allah — hanya kehendak-Nya yang terasa.
4. Sakinah wa sukun
Ketenangan abadi; dunia tidak lagi menggelisahkan hati.
5. Mahabbah Mutabadilah (Cinta yang Berbalas)
Sebagaimana firman Allah:
> “Yuhibbuhum wa yuhibbūnahu” — “Dia mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya.” (QS. Al-Ma’idah: 54)
---
🌿 VIII. Cinta Allah yang Berbalas
Syekh Abdul Qadir al-Jilani berkata:
> “Jika Allah mencintaimu, maka Dia akan menutup hatimu dari dunia, menjagamu dari maksiat, dan meneguhkan langkahmu di jalan-Nya.”
Inilah tanda cinta yang berbalas:
Dimudahkan taat,
Dijauhkan dari dosa,
Dan dijadikan tenang dalam zikir.
---
🕊️ IX. Kesimpulan Umum
Tingkatan Cinta Ciri Keterangan
Cinta Awam Karena nikmat dan rahmat Allah Awal iman
Cinta Khawas Karena keindahan dan kesempurnaan Allah Naik dari syukur menuju ma‘rifah
Cinta Khususul Khawas Karena Allah semata, tanpa sebab Maqam fana’ dan baqa’
---
> 🌺 “Cinta adalah cahaya yang bila menembus hati seorang hamba, maka seluruh dunia menjadi gelap baginya kecuali Allah.”
— (Syekh Junaid al-Baghdadi)
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar