Sabtu, 01 November 2025

Tahapan batin (maqām) yang dilalui sampai mencapai puncak ridha dan ma‘rifah billāh (pengenalan sejati kepada Allah)

 MasyaAllah 🌿

Kita lanjutkan ke bagian yang lebih dalam dari perjalanan ruhani seorang sālik — yaitu tahapan batin (maqām) yang ia lalui sampai mencapai puncak ridha dan ma‘rifah billāh (pengenalan sejati kepada Allah), sebagaimana dijelaskan oleh para imam besar tasawuf seperti Imam al-Ghazali, al-Junaid al-Baghdadi, dan Syekh Abdul Qadir al-Jailani.

---

🌙 1. Pengantar: Maqām dan Hāl


Dalam tasawuf, ada dua istilah penting:


Maqām (مقام) = kedudukan batin yang diperoleh melalui mujahadah dan latihan rohani.

➤ Contoh: taubat, sabar, ridha, tawakal.

Ini hasil usaha (kasb) seorang salik.


Hāl (حال) = keadaan batin yang dianugerahkan Allah tanpa usaha langsung.

➤ Contoh: rasa cinta, fana, ma‘rifah.

Ini pemberian (wahb) dari Allah sebagai rahmat.

Seorang salik menempuh maqām demi maqām, dan di tiap tahap ia akan dianugerahi hāl sesuai kesiapan hatinya.


---

🪞 2. Tahapan Maqām Seorang Salik


Berikut susunan maqām yang umum disebut dalam karya al-Ghazali (Ihya’ Ulumiddin) dan para sufi besar:


1️⃣ At-Taubah (Taubat)

Langkah pertama seorang salik adalah menyucikan hati dari dosa, dengan menyesal, berhenti, dan bertekad tidak mengulang.

> Tanpa taubat, perjalanan ruhani takkan dimulai.

Ini maqām kembali kepada Allah setelah lalai.

🕊️ “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat.” (QS. Al-Baqarah: 222)


---

2️⃣ Az-Zuhd (Menjauh dari Dunia)

Bukan berarti meninggalkan dunia secara fisik, tapi menanggalkan ketergantungan hati darinya.

> Dunia tetap di tangan, tapi tidak di hati.

Kata Al-Junaid:

> “Zuhud bukanlah meninggalkan dunia, tetapi tidak menaruh dunia di dalam hati.”


---

3️⃣ Ash-Shabr (Sabar)

Tahapan ketika salik menerima ujian dengan lapang dada dan tenang.

> Ia memahami bahwa kesulitan adalah tajalli Jalal Allah, bukan murka.

Sabar adalah buah dari keyakinan pada hikmah Allah.


---

4️⃣ At-Tawakkul (Tawakal)

Melepaskan ketergantungan pada makhluk dan menyerahkan hasil sepenuhnya kepada Allah, setelah berikhtiar.

Imam al-Ghazali menjelaskan:

> “Tawakal bukan meninggalkan usaha, tapi menyerahkan hasilnya hanya kepada Allah.”


---

5️⃣ Ar-Ridha (Ridha)

Maqām yang lebih tinggi dari sabar.

> Sabar menahan diri atas apa yang tidak disukai,

sedangkan ridha menerima dan mencintai ketentuan itu karena datang dari Allah.

Al-Junaid berkata:

> “Ridha adalah tenangnya hati di bawah arus ketentuan Allah.”

Di maqām ini, seorang salik tidak lagi memandang “baik” atau “buruk”, tetapi hanya melihat Kehendak Allah di balik semua.


---

6️⃣ Al-Mahabbah (Cinta kepada Allah)

Ketika ridha sudah sempurna, cinta pun tumbuh.

> Ia mencintai Allah bukan karena nikmat-Nya, tapi karena Dzat-Nya.

Rumi menggambarkan:

> “Cinta adalah angin yang menghapus ‘aku’ dari wajah hati.”


---

7️⃣ Al-Ma‘rifah (Pengenalan Sejati)

Puncak perjalanan.

Di sinilah hati mengenal Allah dengan sebenar-benarnya pengenalan (ma‘rifah haqiqiyyah).

> Ia melihat tajalli Allah dalam segala hal —

dalam Jamal maupun Jalal, dalam nikmat maupun ujian.

Dalam maqām ini, tidak ada lagi keluhan atau keberatan.

Yang tersisa hanya ketenangan total dan kesatuan pandangan dengan kehendak Ilahi.


---

💫 3. Buah dari Ma‘rifah

Menurut al-Ghazali dan al-Junaid, orang yang mencapai ma‘rifah memiliki ciri:

1. Hatinya tenang dalam segala keadaan.

2. Tidak membenci takdir apa pun.

3. Tidak melihat kebaikan atau keburukan selain dari Allah.

4. Hidupnya menjadi cermin kasih dan hikmah.

5. Ia melihat makhluk dengan pandangan rahmat, bukan celaan.


---

🌿 4. Kata Penutup dari Para Arif


> Al-Junaid al-Baghdadi:

“Akhir dari perjalanan ini adalah kembali kepada permulaan — engkau sadar bahwa tidak ada daya dan kekuatan selain dari Allah.”


> Imam al-Ghazali:

“Barang siapa mengenal Allah, ia akan mencintai-Nya; barang siapa mencintai-Nya, ia akan ridha kepada-Nya; dan barang siapa ridha kepada-Nya, maka hidupnya menjadi surga sebelum surga.”


---


Saya akan lanjutkan ke bagian tanda-tanda seseorang telah mencapai maqām ridha dan ma‘rifah, menurut para ulama tasawuf?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syair Perang Menteng (Perang Palembang)

Berikut versi syair panjang (lebih dari 50 bait) tentang (Perang Menteng) — disusun dalam gaya klasik Melayu-Palembang, bernuansa tasawuf, s...