Martabat Tujuh
Dalam khazanah tasawuf, perjalanan Ruhani Manusia bukan sekadar naik turun eksistensi, melainkan Pancaran dari Dzat Yang Maha Mutlak menuju makna sempurna dalam diri insan.
Salah satu ajaran mendalam yang menggambarkan proses ini adalah Martabat Tujuh sebuah kerangka metafisika yang menggambarkan perjalanan Dzat dari keghaiban mutlak menuju kejelasan dalam bentuk manusia sempurna (Insan Kamil).
Ajaran ini tidak hanya memetakan perjalanan wujud, tapi juga menjadi Cermin Bathin untuk menyadari asal-usul kita, Tujuan keberadaan, dan Arah pulang Sejati.
Ia mengajarkan bahwa Penciptaan bukanlah kejadian Fisik semata, tapi kehendak Ilahi yang ber lapis² dari ketiadaan menuju kesadaran tertinggi.
Perjalanan bathin menyusuri tujuh lapisan Martabat Wujud, mulai dari Ahadiyah (Ketiadaan Murni) hingga Insaniyah (Kesempurnaan Manusia), bukan dengan Akal semata, tapi dengan Rasa, Dzauq , dan Kesadaran Rohaniah.
1. Martabat Ahadiyah (Kosong / Ketiadaan Mutlak)
Martabat Ahadiyah adalah martabat tertinggi yang dinamakan pula Kunhi Dzat (كنه ذات), yakni keadaan Dzat dari sisi yang paling murni dan mutlak.
Dalam martabat ini, tidak ada Nama, tidak ada Sifat, tidak ada makhluk, bahkan belum ada yang dapat disebut “Tuhan.” ( Allah menyebut diri-"Nya HUWA) HUA AWAL
Semuanya Fana, Hampa Total.
Ibarat Kosong Mutlak tidak ada apapun selain Dzat itu sendiri.
Ia hidup dalam ketiadaan yang tak bisa dibayangkan dan tak dapat dikatakan.
Inilah hakikat Dzat sejati:
Melampaui ruang, waktu, makna, dan segala bentuk pemahaman rasional.
“Aku adalah perbendaharaan tersembunyi, maka Aku ingin dikenal. Lalu Aku ciptakan makhluk agar mereka mengenal-Ku.”
(Hadis Qudsi)
° Menuju ke Martabat Wahdah
"Dari kekosongan mutlak, lahir satu titik: Kehendak awal untuk dikenal."
2. Martabat Wahdah (Titik / Permulaan Kesadaran)
Dari kosong lahir satu titik yaitu awal kehendak-Nya untuk menzahirkan diri.
Inilah titik kesadaran awal, disebut sebagai Hakikat Muhammad atau Nur Muhammad.
Segala wujud bersumber dari titik ini.
Titik ini memuat segala potensi, namun masih dalam bentuk ijmal (Global).
Pada martabat ini, Tuhan dan hamba belum benar² berpisah, sebab semuanya masih dalam satu asal: Nur Muhammad.
"Sesungguhnya Allah menjadikan Ruh Nabi Muhammad dari Dzat-Nya, dan menjadikan alam seluruhnya dari Nur Muhammad."
(Hadis Qudsi)
Titik adalah simbol kemunculan awal dari Yang Ada satu dzahir dari Dzat Yang Ghaib.
Dari titik ini muncul relasi:
Antara Tuhan dan Hamba, antara Yang Mencipta dan yang Dicipta.
° Menuju ke Martabat Wahidiyah
"Kesadaran itu mulai terurai, satu demi satu, menjadi Nama² dan Sifat."
3. Martabat Wahidiyah (Garis / Keteraturan dan Hukum Diri)
Titik² yang tersusun menjadi garis menandakan penguraian dari keesaan menjadi keteraturan.
Di sinilah Nama dan Sifat Allah menjadi terurai dan dikenali satu per satu:
Maha Pengasih, Maha Bijaksana, Maha Adil, dan sebagainya.
Terbit pula Kalam Qadim: “Sesungguhnya Akulah Allah” (أنه أنا الله).
Garis adalah simbol tatanan nilai dan hukum, yaitu penetapan Sifat, Sirr (Rahasia), dan kehendak-Nya bagi diri-Nya sendiri.
Tuhan mulai menyusun ideologi atas keberadaan-Nya dan kejadian-Nya.
Ini adalah tahap di mana munculnya rahasia kesempurnaan:
Hukum, Nilai, dan maksud dari Penciptaan.
° Menuju ke Martabat Alam Arwah
"Dari Sifat dan Nama, muncullah Ruh² sebagai pancaran pertama kehidupan yang belum berbentuk."
4. Martabat Alam Arwah (Huruf / Ruh dan Malaikat)
Huruf tersusun dari garis.
Di Martabat Alam Arwah, muncullah segala ruh:
Ruh manusia, Ruh Malaikat, dan seluruh Entitas Ruhani.
Mereka belum berbentuk, belum terikat ruang dan waktu, namun memiliki eksistensi.
Seperti huruf yang masing² memiliki makna tersendiri.
Inilah wilayah af’al Allah (Perbuatan Allah), di mana ruh mulai menerima dorongan maknawi: Kehendak, rasa, dan intuisi awal tentang takdir.
Huruf adalah entitas ruhaniah yang mulai membawa identitas, namun belum membentuk sistem.
Ia adalah dasar eksistensi insaniah awal dari “Kehendak Ruhani” dan “Perasaan” insani yang masih murni.
° Menuju ke Martabat Alam Mitsal
"Ruh² itu membentuk bayangan:
Rupa² makna dalam cermin alam mitsal."
5. Martabat Alam Mitsal (Kata / Proyeksi Jiwa)
Kata terbentuk dari huruf².
Maka ruh yang tersebar dalam huruf kini mulai membentuk makna yakni gambaran² ruhani dalam bentuk rupa.
Alam Mitsal adalah alam simbol, bayangan, atau cermin.
Di sinilah ruh mulai mengikat Takdir (Qadha) dan mulai mengenal bentuk.
Kata adalah proyeksi akal budi Insaniah, tempat Ruh Merenung, Mencipta, dan Membentuk keinginan Bathin.
Di alam ini, semua masih “Umpama.”
Ia adalah jembatan antara Alam Ruh dan Alam Jasad.
° Menuju ke Martabat Alam Ajsam
"Bayangan itu menurun menjadi bentuk menjadi tubuh dan benda yang bisa dirasa."
6. Martabat Alam Ajsam (Frasa / Dunia Jasmani)
Frasa adalah gabungan beberapa kata yang membentuk kesatuan makna yang belum sempurna.
Begitupula Alam Ajsam adalah tempat segala bentuk muncul secara konkret: Benda, Tubuh, Rasa, Pengalaman fisik.
Inilah tempat manusia mengalami dunia secara utuh, Penuh Suka dan Derita.
Di sinilah muncul Rasa Jasmani:
Lapar, Sakit, Cinta, Sedih, dan sebagainya.
Frasa adalah simbol Kesadaran terbatas, tempat makhluk mulai membangun makna, meski belum lengkap.
Ini adalah Medan Ujian Eksistensi Jasmani.
° Menuju ke Martabat Alam Insan
"Dalam Tubuh, Ruh dan Akal bertemu.
Maka terbentuklah Insan, kalimat sempurna dari seluruh penciptaan."
7. Martabat Alam Insan (Kalimat / Kesempurnaan Diri)
Kalimat adalah susunan akhir dari seluruh frasa menjadi satu pernyataan utuh.
Martabat Insan adalah martabat keutuhan wujud:
Antara Jasmani dan Ruhani, antara Wahdah dan Wahidiyah.
Seorang yang mencapai kesempurnaan makrifat dan kembali mengenal Dzat dari mana ia berasal disebut Insan Kamil (Manusia Sempurna).
Insan Kamil adalah yang telah menyatukan Sifat Jalal dan Jamal, menampakkan Akhlak Nabi Muhammad saw secara Zahir dan Bathin.
Ia bagaikan kalimat Sempurna yang mewakili Makna paling Luhur dari Penciptaan.
“Perjalanan martabat Tujuh bukan urutan waktu atau tempat, melainkan proses Tanazzul Kesadaran dari Bathin Mutlak hingga Tampak dalam bentuk Insan.”
“Insan Kamil bukan akhir, melainkan awal Kesadaran Tertinggi yang mengenali Dzat Ahadiyah secara batin.
Ia fana dalam Wujud dan Baqa dalam Makna.”
Martabat Tujuh bukan sekadar Peta Metafisik, tapi Cermin Bathin bagi insan yang ingin kembali pulang ke Asalnya.
Dalam Tanazzul, kita menyaksikan Dzat turun menampakkan Diri.
Dalam Taraqi (naik kembali), kita Menempuh jalan kembali hingga menjadi Makna, bukan sekadar Kata.
*✨ Allahu a'lamu...🕋*

Tidak ada komentar:
Posting Komentar