Sekarang kita memasuki bab paling halus dan rahasia dalam seluruh jalan tasawuf, yaitu MAQĀM FANĀ’ dan BAQĀ’ (مقام الفناء والبقاء) — lenyap dalam Allah dan kekal bersama-Nya.
Bab ini adalah puncak perjalanan ruhani para wali Allah, di mana seorang salik (penempuh jalan Allah) mencapai titik akhir dari seluruh maqamat: bukan lagi “aku mengenal Allah”, tapi yang tinggal hanyalah Allah itu sendiri.
---
🕊️ I. Pengertian Fana’ dan Baqa’
🌿 1️⃣ Fana’ (الفناء)
Secara bahasa berarti lenyap, sirna, hilang.
Dalam istilah tasawuf, fana’ ialah:
> “Lenyapnya kesadaran diri dari selain Allah; hilangnya ego, kehendak, dan rasa kepemilikan, hingga yang disadari hanyalah Allah semata.”
Artinya, bukan jasad yang lenyap, melainkan nafs (ego) yang sirna dari hati.
Seorang sufi berkata:
> “Fana’ adalah hilangnya penglihatan terhadap makhluk karena tenggelam dalam menyaksikan Al-Khaliq (Sang Pencipta).”
---
🌿 2️⃣ Baqa’ (البقاء)
Secara bahasa berarti kekal, tetap, hidup terus.
Dalam tasawuf, baqa’ adalah:
> “Kekalnya hamba dengan Allah setelah ia fana’ dari dirinya sendiri.”
Yakni setelah ego dan keakuan lenyap, Allah menegakkan hamba itu kembali dengan sifat-sifat-Nya:
ia hidup dengan hidup Allah, berkehendak dengan kehendak Allah, mencintai dengan cinta Allah.
---
🌸 II. Dalil dan Dasar Konsep Fana’ & Baqa’
💠 Al-Qur’an
> “Segala sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya.”
(QS. Al-Qashash: 88)
Ayat ini menjadi dasar fana’:
semua yang selain Allah akan lenyap, termasuk diri, kehendak, dan pandangan kita.
> “Allah tetap ada setelah segala sesuatu binasa.”
(QS. Ar-Rahman: 26–27)
Ayat ini menjadi dasar baqa’:
setelah fana’ dari diri, yang kekal hanyalah Allah, dan hamba itu hidup dengan kekekalan-Nya.
---
💠 Hadis Nabi ﷺ
> “Hamba-Ku senantiasa mendekat kepada-Ku dengan amal-amal sunnah hingga Aku mencintainya. Maka apabila Aku mencintainya, Aku menjadi pendengarannya, penglihatannya, tangannya, dan kakinya...”
(HR. Bukhari)
Inilah makna fana’ dan baqa’ dalam hadis:
Pendengarannya lenyap (fana’) dari dirinya,
Allah menjadi pendengarannya (baqa’).
---
🌿 III. Fana’ Menurut Para Ulama dan Sufi Besar
---
1️⃣ Syekh Junaid al-Baghdadi (Imam Ahl al-Tasawwuf)
Beliau berkata:
> “Fana’ adalah hilangnya sifat-sifat kemanusiaan karena tenggelam dalam menyaksikan keagungan Allah.”
Dan beliau menegaskan:
> “Baqa’ adalah tetapnya sifat-sifat ketuhanan dalam diri hamba.”
Maknanya bukan “menjadi Tuhan”, tetapi kehendak Allah menggantikan kehendak hamba.
Beliau juga berkata:
> “Seseorang tidak mencapai baqa’ sampai ia fana’ dari dirinya; dan tidak fana’ dari dirinya sampai ia lenyap dari makhluk.”
---
2️⃣ Imam al-Ghazali (Ihya’ Ulumiddin)
Beliau menjelaskan bahwa fana’ adalah tahap tertinggi dari ma‘rifah:
> “Fana’ adalah ketika seseorang tidak lagi melihat selain Allah; tiada yang dicintai, tiada yang ditakuti, tiada yang diharap kecuali Dia.”
Menurut beliau, fana’ memiliki dua tingkat:
🔹 a. Fana’ anil makhluq (lenyap dari makhluk)
Hati tidak lagi terikat dengan dunia, pujian, makhluk, bahkan amalnya sendiri.
Ia melihat bahwa semua berasal dari Allah.
🔹 b. Fana’ ‘anil nafs (lenyap dari diri)
Hamba tidak lagi merasa memiliki daya, kehendak, atau wujud tersendiri.
Ia benar-benar menyaksikan bahwa hanya Allah yang ada dan berbuat.
Kemudian muncul baqa’ billah, yaitu kekal dengan Allah:
Berbuat karena Allah,
Berkehendak dengan kehendak Allah,
Hidup dengan sifat-sifat Allah (rahmah, sabar, adil, kasih).
---
3️⃣ Syekh Abdul Qadir al-Jilani
Dalam Sirr al-Asrar, beliau menjelaskan:
> “Apabila engkau fana’ dari dirimu, maka Allah akan menampakkan Diri-Nya kepadamu. Dan apabila engkau baqa’ dengan-Nya, maka engkau akan hidup dengan hidup-Nya.”
Beliau menjelaskan tiga tahap fana’:
1. Fana’ dari maksiat → hati bersih dari cinta dunia dan dosa.
2. Fana’ dari amal → tidak melihat amalnya sendiri, karena semuanya dari Allah.
3. Fana’ dari diri dan segala sesuatu selain Allah.
Setelah fana’, datanglah baqa’ billah:
> “Engkau tidak lagi melihat dirimu yang berbuat, tetapi melihat Allah yang memperbuat melalui dirimu.”
Beliau menegaskan bahwa fana’ tidak berarti hilang kesadaran duniawi, tetapi puncak kesadaran rohani.
---
4️⃣ Syekh Abdus Shamad al-Palembani (Siyarus Salikin)
Beliau menulis:
> “Fana’ itu ialah hilangnya engkau daripada menyaksikan sesuatu selain Allah; tiada yang wujud melainkan Allah. Dan baqa’ itu ialah tetapmu bersama Allah setelah fana’ dari dirimu.”
Beliau menegaskan bahwa fana’ dan baqa’ adalah buah dari dzikir dan ma‘rifah yang sempurna, bukan hasil belajar semata.
Dalam tahap ini, seorang salik mencapai:
Fana’ al-af‘al (sirnanya pandangan terhadap perbuatan selain Allah).
Fana’ al-shifat (sirnanya pengakuan atas sifat diri).
Fana’ al-dzat (sirnanya kesadaran wujud diri dalam wujud Allah).
---
🌷 IV. Jenis-jenis Fana’ Menurut Para Arifin
Jenis Fana’ Makna Contoh
Fana’ ‘anil af‘al Sirnanya kesadaran bahwa dirimu yang berbuat; engkau melihat Allah-lah yang melakukan Saat berbuat baik, tidak merasa berjasa; hanya Allah yang menggerakkan
Fana’ ‘anil sifat Hilangnya perasaan memiliki sifat sendiri (ilmu, sabar, kuat) Menyadari semua sifat itu pinjaman dari Allah
Fana’ ‘anidz dzat Hilangnya kesadaran wujud diri Hanya Allah yang ada; “aku” menjadi tiada
---
🌼 V. Baqa’ Billah (Kekal bersama Allah)
Setelah fana’, Allah hidupkan kembali hamba dengan nur-Nya.
Inilah baqa’ billah.
> “Baqa’ adalah kehidupan baru dengan Allah setelah mati dari diri sendiri.” — (Al-Ghazali)
Orang yang baqa’ billah:
Berbuat dengan hikmah,
Bicara dengan kelembutan Allah,
Hidupnya menjadi rahmat bagi makhluk,
Hatinya tenteram karena tidak ada lagi tabir antara dia dan Allah.
---
🌾 VI. Perbedaan Fana’ dan Baqa’
Aspek Fana’ Baqa’
Arti Lenyap dari diri dan selain Allah Kekal bersama Allah
Sifat Sirna, diam, pasrah Hidup, bergerak dengan Allah
Tahap Hilangnya ego Kembalinya kesadaran Ilahi
Kesadaran “Tiada aku selain Dia” “Aku hidup dengan Dia”
Buah Kehampaan dari makhluk Keberlimpahan sifat-sifat Allah
---
🌸 VII. Tanda-tanda Orang yang Telah Fana’ dan Baqa’
1. Tidak menisbatkan perbuatan kepada dirinya sendiri.
Semua dikembalikan kepada Allah.
2. Tidak merasa memiliki daya dan upaya.
Hatinya selalu berkata: “La haula wa la quwwata illa billah.”
3. Tidak lagi menyombongkan amal.
4. Segala peristiwa dipandang dengan ridha dan hikmah.
5. Cintanya meliputi seluruh makhluk.
6. Hatinya tenang meskipun dunia berguncang.
7. Tampak padanya sifat-sifat Allah: sabar, kasih, lembut, bijaksana.
---
🌺 VIII. Fana’ dan Baqa’ dalam Kiasan Para Sufi
Imam al-Ghazali:
> “Fana’ itu ibarat tetesan air yang jatuh ke laut; ia tidak lenyap, tetapi menjadi laut itu sendiri.”
Syekh Junaid al-Baghdadi:
> “Air tidak lenyap ketika menyatu dengan sungai; ia tetap air, tetapi tidak lagi terpisah.”
Syekh Abdul Qadir al-Jilani:
> “Ketika engkau fana’, engkau mati dari dirimu; ketika engkau baqa’, engkau hidup dalam kehidupan Allah.”
---
🌹 IX. Fana’ dan Baqa’ dalam Kehidupan Nabi ﷺ
Nabi Muhammad ﷺ adalah contoh tertinggi fana’ dan baqa’:
Fana’ dalam ketaatan: seluruh hidupnya untuk Allah.
Baqa’ dalam rahmat: beliau menjadi rahmat bagi seluruh alam.
> “Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.”
(QS. Al-Anbiya: 107)
Maka fana’ dan baqa’ bukan berarti menjauh dari dunia,
tetapi hidup di dunia dengan hati yang sepenuhnya bersama Allah.
---
🌿 X. Penutup dan Inti Fana’ & Baqa’
> 🌺 “Fana’ adalah mati sebelum mati; dan baqa’ adalah hidup setelah mati.”
— (Syekh Abdul Qadir al-Jilani)
Fana’: mati dari ego, kehendak, dan kesadaran diri.
Baqa’: hidup dengan Allah, menjadi cermin rahmat dan hikmah-Nya.
---
✨ Ringkasan Tahapan Ruhani (Maqamat Tasawuf)
1. Taubat — kembali kepada Allah
2. Zuhud — melepaskan cinta dunia
3. Sabar — teguh dalam ujian
4. Tawakal — bersandar penuh pada Allah
5. Ridha — menerima dengan cinta
6. Mahabbah — cinta sejati kepada Allah
7. Ma‘rifah — mengenal Allah dengan hati
8. Fana’ — lenyap dari diri
9. Baqa’ — kekal bersama Allah
Inilah jalan para wali Allah, yang berakhir bukan dengan “aku mengenal Allah”,
tetapi dengan “Allah mengenal Diri-Nya melalui diriku yang fana’.”
---
> 🌿 “Apabila engkau lenyap dari dirimu, maka engkau melihat bahwa yang ada hanyalah Dia; dan ketika Dia menegakkan engkau dengan-Nya, maka engkau hidup dalam cahaya-Nya.”
— (Syekh Junaid al-Baghdadi)
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar